KRONOLOGI MUSU SELLENG BERDASAR LONTARA SUKKUNA WAJO
Adalah hal rumit mendorong Kerajaan-kerajaan Bugis untuk menerima Islam sebagai agama resmi. Selain karena adanya kepercayaan lokal Dewata SeuwaE, juga faktor politik antara Gowa, Luwu, dan kerajaan Bugis di sepanjang 1500-an masehi. Terutama invasi Gowa di era Karaeng Tunipallanga Ulaweng yang banyak merebut wilayah dataran tengah Sulawesi Selatan. Sehingga mendorong respon munculnya berbagai aliansi seperti TellumpoccoE, LimaE Ajatappareng, dan mungkin juga termasuk Massenrempulu, Pitu Ulunna Salu dan Pitu Babanna Binanga di wilayah Mandar.
Disisi lain, telah ada beberapa perjanjian damai, misalnya antara Gowa dan Bone. antara Gowa dan Soppeng, antara Gowa dan Wajo, serta berbagai perjanjian lain. Terutama perjanjian untuk saling menyampaikan kebaikan satu sama lain. Sehingga saat Gowa hendak menyampaikan Islam secara damai kepada kerajaan Bugis, ditanggapi sebagai sebuah bagian manuver politik yang dapat memengaruhi stabilitas politik di saat itu. Sehingga sesuai adat kebiasaan orang orang dulu, maka perang pun tidak bisa dihindari,
Musu Selleng, adalah Perang yang terdiri dari rangkaian pertempuran antara pihak Gowa dan kerajaan Bugis. Perang ini terdiri dari 7 (tujuh) rangkaian pertempuan yang kemenangan dicapai kedua belah pihak. Pertempuran awal dimenangi Kerajaan Bugis. Namun konsistensi Gowa serta loncatan keberpihakan beberapa kerajaan kerajaan Bugis pada pihak Gowa mendorong kemenangan Gowa pada proses pertempuran berikutnya hingga terakhir.
Musu Selleng (Bhs Bugis) atau Bundu' Kasallanga (Bhs Makassar), tercatat di lontara kronik berbagai kerajaan. Salah satunya di Lontara Sukkuna Wajo yang menjadi referensi penulisan ini.
------------------------------------------------------------------------------------
Tiga tahun setelah Gowa memeluk Islam (sekitar 1608), dikirim utusan menemui Arumpone dengan membawa sejumlah harta. Utusan berkata : "Iyamai nasuroangnga siajimmu Karaengnge makkedae laoko ri siajikku Arumpone naengerangiwi uluadatta ri coppo'na ri meru. Nigi nigi mita laleng madeceng iyani sijellokeng. Nae mitanaq laleng, madeceng ni siajikku nabalingnga'sahada'. Takkasiwiyangengngi Dewatae. Nenniya kasiwiyangta sempajang puasa".
Terjemahan bebas :
Adapun yang disuruhkan sanakmu Karaeng kepada saya adalah pergilah kepada sanakku Arumpone (untuk) mengingat perjanjian di Coppo Meru. Barang siapa melihat jalan kebaikan maka hendaknya menunjukkan. Sedangkan saya (Karaeng) telah melihat jalan (menemukan Islam), baiklah kiranya sanakku (Arumpone) turut bersyahadat, bersama menyembah Dewata. Melalui shalat dan puasa
Arumpone (We Tenripuppu) menjawab : "Upakeru'sumange'i warangmparangna siajikku silaong ada madecenna. Nenniya ri makkedanna siajikku mitaana laleng, taroa'lao mitai, kuperanggi tedong seratu dewatae mappassumpajangnge mappappuasae. Nasuro pa sia'massumbajang kuwae sumbajang. Nasuropa siya mappuasa kuwa puasa."
Terjemahan bebas :
Terimakasih atas harta dan kata kata baik sanakku. Adapun setelah sanakku telah melihat jalan (Islam), biarlah saya menemukannya juga. Kuberikan 100 kerbau kepada Dewata yang memerintahkan shalat dan puasa. (Dewata) menyuruhku shalat, saya akan shalat. menyuruhku berpuasa, saya akan puasa.
Empat tahun setelah Gowa memeluk Islam (sekitar 1609), datang utusan Karaeng Gowa menemui Datu Soppeng BeoE. Datu Soppeng membalas utusan Gowa dengan mengirimkan Loli dan Tike' dan berkata: "Nalao na ri iya siajikku ri paccella'na nyawaE".
Terjemahan bebas : Walaupun sanakku Karaengnge yang datang kita terpaksa menumpahkan darah.
Loli adalah benang yang dipintal siap ditenun. Tike' adalah alat tenun. Adalah simbol penolakan pada ajakan dimasa lalu. Mungkin maksudnya adalah berusahalah dulu (sebagaimana menenun rangkaian benang menjadi kain) baru kami ikuti kehendakmu.
Karaeng ri Gowa menjawab : "Utarimanitu, nae uwellaui nabalikka massahada siajikku"
Terjemahan bebas :
Saya menerima kehendak sanakku. Adapun yang saya minta hanya menemani bersyahadat.
Sebulan setelah utusan Soppeng membawa pesan Datu Soppeng beserta loli dan tike', maka meletuslah Musu Selleng
Mendarat Karaeng ri Gowa bersama pasukannya di Sawitto. Sehingga tempat itu dinamai Minanga Karaeng. Pasukan TellumpoccoE menghadang di Pakkiya. Tiga hari tiga malam bertempur, pasukan Makassar terdesak. Bahkan Karaeng hampir gugur kemudian mundur bersama pasukannya. Pertempuran pertama dimenangkan oleh TellumpoccoE.
Tiga bulan kemudian, datang Karaeng ri Gowa bersama pasukannya mendarat di wilayah Wajo yaitu Akkotengeng, Padaelo dan Maroanging. Tiga malam di Akkotengeng, datang menemui Karaeng orang Akkotengeng dan orang Keera menyatakan berpihak pada Gowa.
Mengetahui sikap Akkotengeng dan Keera, Arung Matoa mengirim utusan menemui mereka dan menyampaikan pesan. : Amaseangngi Wajo, mualai cedde temmaegana Wajo. Muengngerangngi ada tasikadong ngie nasabbi DewataE padaengngi maja pada madeceng.
Terjemahan bebas :
Kasihanilah Wajo, ambillah barang sedikit tidak banyaknya Wajo. Engkau ingatlah perjanjian kita yang dipersaksikan Dewata saling memberitahukan keburukan bersama dalam kebaikan.
Orang Keera dan Akkotengeng menjawab utusan Wajo : "Upakuru sumange'i waramparanna Wajo silaong ada madecenna. Uwengngerang tekkalupai ada uwassikadongngie. Nae naelorenna DewataE massarang, naengkana laleng napaitaiyang. Napaitaiyyatono muteya mitai, aga na iyya na molai.
Terjemahan bebas :
Terimakasih atas harta dan kata kata baiknya. Kuingat dan tidak melupakan perjanjian. Namun Dewata telah menghendaki berpisah (dengan Wajo), dan telah ada jalan yang ditunjukkan. Telah ditunjukkan kepadamu namun engkau tidak mau melihatnya, maka saya lah yang menjalani.
Lima malam setelah utusan Wajo dari Akkotengeng, maka Sakkoli pun ikut berpihak ke Gowa bersama Akkotengeng dan Keera. Arung Matoa pun mengirim utusan ke Sakkoli untuk mengingatkan perjanjiannya dengan Wajo. Namun Arung Sakkoli menjawab bahwa rakyatnya telah terlanjur menemukan jalan yang terang dan ia hanya mengikuti keinginan rakyatnya.
Satu malam setelah utusan Wajo dari Sakkoli, pasukan TellumpoccoE kemudian mengepung posisi Karaeng ri Gowa bersama pasukannya. Diserang dari pinggir pegunungan Sakkoli. Pertempuran kedua ini pasukan Makassar kembali terdesak. Bahkan hampir saja Karaeng ditangkap pasukan TellumpoccoE. Pada kondisi yang kritis, tiba - tiba Gilireng menyeberang ke pihak Gowa, mengikuti Keera dan Akkotengeng dan segera menyelamatkan Karaeng. Bersama sisa pasukannya, Karaeng ri Gowa mundur kembali ke negerinya. Pertempuran kedua di Sakkoli ini kembali dimenangkan pasukan TellumpoccoE.
Enam bulan kemudian, Karaeng ri Gowa bersama pasukannya mendarat di Padang padang (nama kuno Pare-pare). Pasukan TellumpoccoE menghadang di Bulu SitoppoE. Pertempuran kali ini, pasukan TellumpoccoE terdesak. Bahkan Arungnge to Jawa dari Soppeng gugur. Kemudian bergerak mundur ke lalempulu sebelah barat Paella. Pertempuran ketiga ini dimenangkan pasukan Gowa dan sekutunya.
Penyebab terdesaknya TellumpoccoE karena Rappeng, Bulu Cenrana, Otting dan Maiwa menjadi musuh bagi TellumpoccoE. Dengan posisi yang menguntungkan ini, Karaeng ri Gowa bergerak maju dan membangun benteng pertahanan di Rappeng. Setelahnya, ia kembali ke negerinya.
Saat itu Rappeng masih palilinya Wajo, sebulan setelah kembalinya Karaeng, maka Rappeng dikepung TellumpoccoE. Namun perlawanan alot dilakukan Rappeng hingga adik Tau tongeng dari Soppeng gugur dalam pertempuran. Pada pertempuran keempat ini berakhir tanpa ada kemenangan. Inilah awal berpisahnya Rappeng dari Wajo.
Tidak lama setelah pengepungan Rappeng yang gagal, Addatuang Sidenreng La Patiroi memeluk Islam ditahun 1018 Hijriyah. Semalam setelah bersyahadatnya Sidenreng, kemudian diikuti Awaniyo.
Dua belas malam kemudian, orang Belawa ke Rappeng bersyahadat didepan Karaeng ri Gowa dan masuk Islam.
Tidak cukup dua bulan, Karaeng ri Gowa dan pasukannya mendarat di Tanete bersiap menyerang Soppeng. Orang Wajo tidak ke Bone (untuk bersama) menemani Soppeng berperang. Sementara Lamuru dan Mario riaja telah bersyahadat. Kemudian Arung Pattojo menyeberang ke pihak Gowa dan bersyahadat. Soppeng kewalahan. Utusan Soppeng, To Peo dan To Palajuka menyerah pada Karaeng di Lakkoko kemudian membuat kesepakatan. Maka masuklah Karaeng ri Gowa di Soppeng dan bersyahadatlah Datu Soppeng, BeoE tahun 1018 Hijriyah bersama segenap palilinya. Tidak tercatat dengan pasti apakah ada atau tidak ada pertempuran pada saat tersebut.
Satu tahun kemudian, Wajo dikepung pasukan koalisi Makassar, Soppeng dan Ajatappareng. Sepuluh hari bertempur, Pompanua direbut pasukan Soppeng. Adapun Tempe, Singkang, Tampangeng dan Totinco sebagian, telah direbut pasukan Ajatappareng. Pertempuran kelima ini dimenangkan pasukan koalisi Makassar, Soppeng dan Ajatappareng.
Terdesak dengan serangan Soppeng dan Ajatappareng, sepertinya terjadi gencatan senjata. Wajo mengirim utusan meminta pertimbangan Makassar melalui Karaeng Barombong. Karaeng Barombong berkata : "Lima mpenniki mappesau to Wajo, Ala'kugi tanniya laleng malempu napitaiko muteya".
Terjemahan bebas : Lima malam kita beristirahat orang Wajo. Bukankah jalan kebaikan yang ditunjukkan sanakmu (Karaeng ri Gowa) tetapi kamu menolak ?
Karaeng ri Gowa berkedudukan di Cenrana. Sementara Karaeng Barombong dari arah barat bersama pasukan Ajatappareng dan Soppeng.
Satu malam setelah utusan Wajo bertemu Karaeng Barombong, Arung Matoa mengirim utusan kepada Karaeng ri Gowa di Cenrana. Berkata utusan Wajo kepada Karaeng. "Nauttamana mai Karaengnge ri anakna, narekko tennareddu'mui weseku. tennatimpa' sarewoku, tennasesse' balawo ri tampukku"
Terjemahan bebas :
Masuklah Karaeng kepada anaknya, apabila tidak mencerabut padiku, tidak membuka aibku, tidak membedah kandungan tikusku. Mungkin maksud (Tennasesse' balawo ri tampukku = tidak membedah tikus di kandunganku) adalah tidak menghalangi memakan makanan. Tikus adalah pemakan padi. Balawo ri tampukku mungkin adalah kebutuhan untuk hidup untuk memakan makanan.
Karaeng ri Gowa menjawab : "Angkanna muewai sisadakkeng, anummu maneng. ellautopo kuwerekko".
Terjemahan bebas :
Hingga yang engkau temani bersyahadat adalah milikmu semua, mintalah akan kuberikan.
Kemudian perahu Karaeng bergerak naik menuju Topaceddo.
Keesokkan harinya datang Wajo bersama palilinya bertemu Karaeng di Topaceddo. Arung Matoa berkata pada Karaeng sebagaimana yang dikatakan utusannya. Karaeng menjawab : "Utarimanitu to Wajo. Pekkulle ulleiwi sahada'e, massumpajangnge, mappuasae. Kuwerengko anre apikku, kuwerengtokko angkanna muwewae sisadakkeng."
Terjemahan bebas :
Kuterima permintaanmu orang Wajo. berusahalah mengucapkan syahadat, shalat, berpuasa. Kuberikan juga taklukanku. Kuberikan pula hingga (negeri) yang menemanimu bersyahadat.
Arung Matoa menjawab : "Taroni kupakkulleullei Karaeng, angkanna naelorengnge DewataE. Naekiya narekko laoko ri musu, mallaleng muwa'. Naiya pura na bere' ri lempaku, reweqna ri wanuakku.
Terjemahan Bebas :
Biarlah saya usahakan Karaeng, hingga yang dikehendaki Dewata. Namun apabila engkau pergi berperang, saya akan berjalan. Adapun bila beras di pikulanku telah habis maka saya akan kembali ke negeriku.
Karaeng menjawab : "Kutarima ritu adammu To Wajo, amaseangnga' siya mupejereki agamamu, tassiajing lino lettu ahera"
Terjemahan bebas :
Kuterima permintaanmu orang Wajo. Kasihanilah saya, taatilah agamamu kita bersaudara dunia hingga akhirat.
Arung Matoa mengangguk setuju dan berkata : "Taroni upejerekki agamae naiya nasabbi Dewata SeuwaE appadaoroanengetta enrengnge assiajingenna tanae ri Wajo na Gowa. Iyapa tassarang Karaeng, DewataE pi passarangngi."
Terjemahan Bebas :
Saya akan taat pada agama dipersaksikan Tuhan yang Esa ikatan persaudaraan kita demikian pula persaudaraan antar negeri Wajo dan Gowa. Nantilah kita berpisah apabila Dewata yang memisahkan kita.
Keduanya setuju, kemudian Karaeng ri Gowa memberikan pada Arung Matoa, Petta Ennengnge, Arung Mabbicarae, Bate Caddie, apa yang selayaknya diberikan. Diberikan pula perkara syariat dan fikih shalat di hari Selasa 15 Shafar 1019 Hijriyah. Bersyahadatlah Wajo bersama Pammana dan Timurung serta palilinya. Setelah Wajo memeluk Islam, kembalilah Karaeng ri Gowa dan pasukannya ke negerinya.
Tiga bulan setelah kembalinya Karaeng ri Gowa, tiba utusan dari Gowa meminta agar Wajo bersiap menyerang Bone.
Setahun setelah Wajo bersyahadat, maka di seranglah Bone oleh pasukan Gabungan Makassar, Soppeng, Wajo, dan Ajatappareng. Pasukan Makassar Soppeng dan Wajo membuat benteng di Ellu, namun menyimpan benteng pertahanannya di Palette. Pasukan Wajo menyimpan benteng pertahanannya di Cenrana. Pasukan Soppeng menyimpan benteng pertahannya di ajangsalo. Pasukan Sidenreng dan Ajatappareng menduduki Mampu dan Amali.
Karaeng mengirim utusan menemui Arumpone La Tenriruwa, mengajak agar meninggikan agama Islam. Arumpone kemudian mengumpulkan rakyat Bone dan berkata : "Anaiya mupesonaiya tanae ri Bone, mupasekkori pajung, natanrereangngi deceng Karaengnge, madecengngi tacceppa asellengengnge. Nasaba iya uluadatta riolo ri Karaengnge iya lolongengnge deceng enrengnge tajang iya mappaita, nasaba makkedai Karaengnge uwasengngi deceng masero tajang mattappaa makkatennie ri agama asellengengnge.Makkeda topi Karaengnge, nakko mutarimai adakku, duwa mua maraja, Gowa muwa na Bone. Tapada makkasiwiyang ri Dewata SeuwaE Puang Allahu Ta'ala. Narekko tennatarimai mennang ada madecetta Karaengnge, natongengiwi natelotopi ta nyompa. Apowaatani' asenna. Narekko tatarimai amadecengenna nawelaiyangngi ada matti, paewani ewammu.Muwaseng amma siya teya mewa. Inampa toni naewa narekko nawelaiyanni uluada".
Terjemahan bebas :
Kalian telah menyerahkan kepadaku tanah Bone, menobatkanku menjadi Raja. Karaeng ri Gowa mengajak pada kebaikan. Baiklah kiranya kita berikrar pada Islam. Sebab perjanjian kita dahulu dengan Karaeng adalah barangsiapa yang menemukan (jalan) kebaikan dan terang, maka dialah yang menunjukkan. Sebab berkata Karaeng ri Gowa, kusebutkan kebaikan paling terang bercahaya adalah berpegang pada agama Islam. Berkata pula Karaeng ri Gowa apabila engkau terima tawaranku, hanya dua yang besar yaitu Gowa dan Bone. Bersama menyembah Dewata SeuwaE Puang Allahu Ta'ala. Apabila tidak kita terima tawaran baik Karaeng ri Gowa, maka (ia) berada pada kebenaran (memaksa dengan angkat senjata), mengalahkan kita hingga bertekuk lutut. Maka diperbudaklah kita namanya. Apabila kita terima tawaran baiknya, kemudian menghianati kita nantinya, maka melawanlah. Jangan kira saya tidak akan melawannya. Nantilah kita melawan setelah (Karaeng) meninggalkan perjanjian kita.
Akan tetapi rakyat Bone tetap menolak menerima agama Islam. Maka berdiam dirilah Arumpone. Orang Bone mengira Arumpone hendak memperluas lima wilayah kekuasaannya ketika Arumpone memisahkan diri pergi ke Pattiro.
Sesampainya di Pattiro, Arumpone La Tenriruwa memusyawarahkan dengan rakyatnya agar menerima Islam. Namun rakyat Pattiro menolak.
Setelah Arumpone pergi ke Pattiro, orang Bone bermusyawarah dan bersepakat menurunkan Arumpone La Tenriruwa dari tahtanya. Maka dikirimlah utusan bernama To Wallawu menghadap Arumpone di Pattiro.
Berkata To Wallawu kepada Arumpone : "Makkedai To Bone we, tanniyatu Bone teyyaiko, ikonatu pacai Bone ri wettu natujunna bali' tanae ri Bone muwelaiwi"
Terjemahan Bebas :
Berkata orang Bone, bukan Bone yang menolakmu, namun engkaulah yang membuat marah Bone di saat menghadapi masalah engkau meninggalkannya.
Maka menjawablah Arumpone :" O To Wallau, uwelorimuwa to Bone we. ujellokengko deceng tajang, sibawa maeloku renrengko ri decengnge ri tajangnge mu teya. Nae akkatenninno mennang ri nawa nawa mapettangmu, ulaona siyamekna ri tajang naparanyalae Puang SeuwaE agama asellengnge".
Terjemahan bebas :
Wahai To Wallawu, karena kecintaanku pada rakyat Bone, maka kutunjukkan kebaikan terang, dengan keinginanku menuntunmu pada kebaikan terang, namun kalian menolak. Maka berpeganglah kalian pada pikiran gelapmu. Biarlah aku pergi menyatu dengan terang cahaya Tuhan yang Maha Esa yaitu agama Islam.
Maka kembalilah To Wallawu.
Kemudian bersepakatlah orang Bone menurunkan Arumpone La Tenriruwa dari tahtanya. Kemudian bersepakat mengangkat Arung Timurung, yaitu La Tenripale to akkappeyang sebagai Arumpone. Arumpone La Tenripale to Akkappeyang lah yang memimpin rakyat Bone pada bagian akhir pertempuran Musu Selleng.
Mengetahui dirinya diturunkan dari tahta, La Tenriruwa meminta pada Karaeng agar di kawal di Pattiro. Adapun Karaeng ri Gowa mengutus Karaeng Pettung untuk menemani La Tenriruwa. Tidak lama kemudian, dikepunglah La Tenriruwa dan Karaeng Pettung oleh orang Pattiro dan orang SibuluE. Karaeng Pettung mengamuk dan memukul mundur pengepung hingga Maroanging. Pertempuran keenam ini dimenangkan oleh Gowa dan Puwetta La Tenriruwa.
Maka menyeberanglah La Tenriruwa ke Pallette bertemu Karaeng ri Gowa. Sementara Karaeng Pettung menjaga Pattiro.
Karaeng ri Gowa berkata pada MatinroE ri Bantaeng : "Madecennitu bela laomu mai. Iya muwa sa uwakkutanang riko kamo kega anu riyalemu uwerekko, mau temmakkarungko ri Bone mupowanu muwa. Uwissengmuwa mupowanu Bone nae uwangkalingai karebanna leleni arajangnge ri Bone".
Terjemahan bebas :
Baiklah kiranya engkau datang. Adapun yang ingin saya tanyakan kepadamu adalah mana saja negeri milikmu, akan kuberikan, meski tidak lagi menjadi Arumpone, tetap menjadi milikmu. Saya tahu engkau memiliki Bone, tetapi saya telah mendengar kabar telah berpindah arajang (simbol kekuasaan) di Bone.
Berkata MatinroE ri Bantaeng : "Anu riyaleku Karaeng, Palakka, Pattiro, Awampone. Anu riyalena tonasa Awiseku Mario ri Wawo".
Terjemahan bebas :
Kepunyaanku Karaeng adalah Palakka, Pattiro, Awampone. Sedangkan Mario ri Wawo adalah milik istriku.
Berkata Karaeng ri Gowa : "Sahada'no, naiya tonasa tama sahada' sikuae mupuadae Bone ritu teppoatai, Gowa teppoatai".
Terjemahan bebas :
Bersyahadatlah maka bersyahadat pulalah negeri Bone yang engkau sebut, tidak akan diperhambakan dan Gowa tidak memperhambakannya.
Dijawab oleh MatinroE ri Bantaeng, saya telah bersyahadat sebelum kemari. Karaeng ri Gowa berkata bahwa ia mengetahui MatinroE ri Bantaeng adalah penguasa Palette, namun karena Palette adalah tempat benderanya (pintu serangan), maka menjadi miliknya. MatinroE ri Bantaeng memberikan Palette pada Karaeng. Karaeng kemudian memberikan kain ambal beludru merah berkancing emas murni seberat satu ketti.
Diberikan kain mewah dengan emas murni seperti itu, MatinroE ri Bantaeng berkata : "Narekko iyamuwa kusilaongengmu mammusu Karaeng, teawa' malai.
Terjemahan bebas :
Apabila karena kita bersekutu memerangi (rakyat Bone) Karaeng, saya tidak akan mengambilnya.
Karaeng ri Gowa menjawab : "Muisseng muwa ritu baiseng ade'na torioloe narekko sitai tauwe massiajing temmakkullei de tanra sele alosi sire' daung ngota silampa"
Terjemahan bebas :
Bukankah engkau tahu wahai besan, adat kebiasaan leluhur kita. bila bertemu sanaknya, tidak bisa tidak saling memberi sepotong pinang dan selembar daun sirih.
Berkata Puwetta La Tenriruwa : "Uwalanitu Karaeng narekko akkoi"
Terjemahan bebas
Jika demikian, saya menerimanya Karaeng.
Maka berikrarlah puwetta La Tenriruwa bersama Karaeng Gowa mula sellengnge dan Karaeng Tallo mula sellengnge : "Tanniyapa wijatta makkarung ri Gowa, makkarung ri Tallo. Teng mupuanu wawai anummu, murigau' bawang ri padangmu tau. narekko engka jaa tujuo, timpaí tange'mu, kiuttama ri jaa mu"
Terjemahan bebas':
Bukanlah keturunan kita yang berkuasa di Gowa di Tallo, tidak memiliki yang bukan milikmu, tidak diperlakukan sewenang wenang sesamamu manusia, apabila ada kesulitanmu maka bukalah pintumu, agar kami masuk membantu kesulitanmu.
Puwetta La Tenriruwa menjawab : "Karaeng, temmureddu'weseku, temmusesse'balao ri tampukku, tessekke'bilaku. Narekko temmuwelaiyangnga mua janci, namau sibatangmua awo uwempangi lattu ri Gowa, narekko engka jaa mu, nasabbi Dewata SeuwaE"
Terjemahan bebas :
Wahai Karaeng, janganlah engkau mencabut padiku, membedah tikus dalam kandunganku, tidak memadamkan cahaya pelitaku. Apabila engkau tidak meninggalkan janji, maka meski hanya sebatang bambu aku mengangkatnya hingga ke Gowa bila engkau ditimpa masalah, dan dipersaksikan oleh Dewata yang Esa.
Tiga malam setelah perjanjian antara Karaeng ri Gowa Sultan Alauddin dan Puwetta La Tenriruwa, maka dilancarkanlah serangan terakhir pada pertempuran ketujuh. Maka jatuhlah Bone pada hari Rabu tanggal 20 Ramadhan 1020 Hijriyah. Dengan demikian, berakhirlah MUSU SELLENG. Masing masing kembali ke negerinya. Puwetta La Tenriruwa kemudian ke Tallo memperdalam ilmu keislaman pada Datok ri Bandang. Setelah sekian lama, Sultan Alauddin memberi pilihan domisili, Puwetta memilih bermukim di Bantaeng hingga meninggal dan bergelar Petta MatinroE ri Bantaeng.
---------------------------------------------------------------------------
Beberapa hal yang bisa kita tangkap dari tulisan diatas antara lain :
1. Pada dasarnya konsep Keesaan Tuhan telah dipahami oleh orang Bugis di masa lalu. Bahkan telah ada yang memeluk Islam namun belum menjadi agama resmi kerajaan.
2. Penyampaian Islam secara damai oleh Gowa dengan dasar perjanjian dengan kerajaan Bugis namun ditanggapi sebagai manuver politik sehingga perang pun terpaksa pecah.
3. Pindahnya keberpihakan beberapa kerajaan Bugis dalam rangkaian pertempuran karena telah menyadari bahwa Islam sebagai jalan yang terang.
4. Posisi dilema Puwetta La Tenriruwa yang di satu sisi menerima ajakan Gowa pada Islam dan prinsipnya yang mencintai dan membela rakyatnya.
5. Karaeng ri Gowa, Sultan Alauddin tidak menjadikan Musu Selleng sebagai kesempatan untuk memperluas wilayahnya. Bahkan memenuhi beberapa permintaan raja raja Bugis sepanjang bersedia bersyahadat.
Terakhir, sebagai penutup. Kita doakan dan kirimkan Al Fatihah kepada para pendahulu yang telah berdinamika sesuai konteks dan pilihannya di masa lalu sehingga kita hari ini bisa menikmati Islam dengan damai.
baca :
Musu Selleng, adalah Perang yang terdiri dari rangkaian pertempuran antara pihak Gowa dan kerajaan Bugis. Perang ini terdiri dari 7 (tujuh) rangkaian pertempuan yang kemenangan dicapai kedua belah pihak. Pertempuran awal dimenangi Kerajaan Bugis. Namun konsistensi Gowa serta loncatan keberpihakan beberapa kerajaan kerajaan Bugis pada pihak Gowa mendorong kemenangan Gowa pada proses pertempuran berikutnya hingga terakhir.
Musu Selleng (Bhs Bugis) atau Bundu' Kasallanga (Bhs Makassar), tercatat di lontara kronik berbagai kerajaan. Salah satunya di Lontara Sukkuna Wajo yang menjadi referensi penulisan ini.
------------------------------------------------------------------------------------
Tiga tahun setelah Gowa memeluk Islam (sekitar 1608), dikirim utusan menemui Arumpone dengan membawa sejumlah harta. Utusan berkata : "Iyamai nasuroangnga siajimmu Karaengnge makkedae laoko ri siajikku Arumpone naengerangiwi uluadatta ri coppo'na ri meru. Nigi nigi mita laleng madeceng iyani sijellokeng. Nae mitanaq laleng, madeceng ni siajikku nabalingnga'sahada'. Takkasiwiyangengngi Dewatae. Nenniya kasiwiyangta sempajang puasa".
Terjemahan bebas :
Adapun yang disuruhkan sanakmu Karaeng kepada saya adalah pergilah kepada sanakku Arumpone (untuk) mengingat perjanjian di Coppo Meru. Barang siapa melihat jalan kebaikan maka hendaknya menunjukkan. Sedangkan saya (Karaeng) telah melihat jalan (menemukan Islam), baiklah kiranya sanakku (Arumpone) turut bersyahadat, bersama menyembah Dewata. Melalui shalat dan puasa
Arumpone (We Tenripuppu) menjawab : "Upakeru'sumange'i warangmparangna siajikku silaong ada madecenna. Nenniya ri makkedanna siajikku mitaana laleng, taroa'lao mitai, kuperanggi tedong seratu dewatae mappassumpajangnge mappappuasae. Nasuro pa sia'massumbajang kuwae sumbajang. Nasuropa siya mappuasa kuwa puasa."
Terjemahan bebas :
Terimakasih atas harta dan kata kata baik sanakku. Adapun setelah sanakku telah melihat jalan (Islam), biarlah saya menemukannya juga. Kuberikan 100 kerbau kepada Dewata yang memerintahkan shalat dan puasa. (Dewata) menyuruhku shalat, saya akan shalat. menyuruhku berpuasa, saya akan puasa.
Empat tahun setelah Gowa memeluk Islam (sekitar 1609), datang utusan Karaeng Gowa menemui Datu Soppeng BeoE. Datu Soppeng membalas utusan Gowa dengan mengirimkan Loli dan Tike' dan berkata: "Nalao na ri iya siajikku ri paccella'na nyawaE".
Terjemahan bebas : Walaupun sanakku Karaengnge yang datang kita terpaksa menumpahkan darah.
Loli adalah benang yang dipintal siap ditenun. Tike' adalah alat tenun. Adalah simbol penolakan pada ajakan dimasa lalu. Mungkin maksudnya adalah berusahalah dulu (sebagaimana menenun rangkaian benang menjadi kain) baru kami ikuti kehendakmu.
Karaeng ri Gowa menjawab : "Utarimanitu, nae uwellaui nabalikka massahada siajikku"
Terjemahan bebas :
Saya menerima kehendak sanakku. Adapun yang saya minta hanya menemani bersyahadat.
Sebulan setelah utusan Soppeng membawa pesan Datu Soppeng beserta loli dan tike', maka meletuslah Musu Selleng
Mendarat Karaeng ri Gowa bersama pasukannya di Sawitto. Sehingga tempat itu dinamai Minanga Karaeng. Pasukan TellumpoccoE menghadang di Pakkiya. Tiga hari tiga malam bertempur, pasukan Makassar terdesak. Bahkan Karaeng hampir gugur kemudian mundur bersama pasukannya. Pertempuran pertama dimenangkan oleh TellumpoccoE.
Tiga bulan kemudian, datang Karaeng ri Gowa bersama pasukannya mendarat di wilayah Wajo yaitu Akkotengeng, Padaelo dan Maroanging. Tiga malam di Akkotengeng, datang menemui Karaeng orang Akkotengeng dan orang Keera menyatakan berpihak pada Gowa.
Mengetahui sikap Akkotengeng dan Keera, Arung Matoa mengirim utusan menemui mereka dan menyampaikan pesan. : Amaseangngi Wajo, mualai cedde temmaegana Wajo. Muengngerangngi ada tasikadong ngie nasabbi DewataE padaengngi maja pada madeceng.
Terjemahan bebas :
Kasihanilah Wajo, ambillah barang sedikit tidak banyaknya Wajo. Engkau ingatlah perjanjian kita yang dipersaksikan Dewata saling memberitahukan keburukan bersama dalam kebaikan.
Orang Keera dan Akkotengeng menjawab utusan Wajo : "Upakuru sumange'i waramparanna Wajo silaong ada madecenna. Uwengngerang tekkalupai ada uwassikadongngie. Nae naelorenna DewataE massarang, naengkana laleng napaitaiyang. Napaitaiyyatono muteya mitai, aga na iyya na molai.
Terjemahan bebas :
Terimakasih atas harta dan kata kata baiknya. Kuingat dan tidak melupakan perjanjian. Namun Dewata telah menghendaki berpisah (dengan Wajo), dan telah ada jalan yang ditunjukkan. Telah ditunjukkan kepadamu namun engkau tidak mau melihatnya, maka saya lah yang menjalani.
Lima malam setelah utusan Wajo dari Akkotengeng, maka Sakkoli pun ikut berpihak ke Gowa bersama Akkotengeng dan Keera. Arung Matoa pun mengirim utusan ke Sakkoli untuk mengingatkan perjanjiannya dengan Wajo. Namun Arung Sakkoli menjawab bahwa rakyatnya telah terlanjur menemukan jalan yang terang dan ia hanya mengikuti keinginan rakyatnya.
Satu malam setelah utusan Wajo dari Sakkoli, pasukan TellumpoccoE kemudian mengepung posisi Karaeng ri Gowa bersama pasukannya. Diserang dari pinggir pegunungan Sakkoli. Pertempuran kedua ini pasukan Makassar kembali terdesak. Bahkan hampir saja Karaeng ditangkap pasukan TellumpoccoE. Pada kondisi yang kritis, tiba - tiba Gilireng menyeberang ke pihak Gowa, mengikuti Keera dan Akkotengeng dan segera menyelamatkan Karaeng. Bersama sisa pasukannya, Karaeng ri Gowa mundur kembali ke negerinya. Pertempuran kedua di Sakkoli ini kembali dimenangkan pasukan TellumpoccoE.
Enam bulan kemudian, Karaeng ri Gowa bersama pasukannya mendarat di Padang padang (nama kuno Pare-pare). Pasukan TellumpoccoE menghadang di Bulu SitoppoE. Pertempuran kali ini, pasukan TellumpoccoE terdesak. Bahkan Arungnge to Jawa dari Soppeng gugur. Kemudian bergerak mundur ke lalempulu sebelah barat Paella. Pertempuran ketiga ini dimenangkan pasukan Gowa dan sekutunya.
Penyebab terdesaknya TellumpoccoE karena Rappeng, Bulu Cenrana, Otting dan Maiwa menjadi musuh bagi TellumpoccoE. Dengan posisi yang menguntungkan ini, Karaeng ri Gowa bergerak maju dan membangun benteng pertahanan di Rappeng. Setelahnya, ia kembali ke negerinya.
Saat itu Rappeng masih palilinya Wajo, sebulan setelah kembalinya Karaeng, maka Rappeng dikepung TellumpoccoE. Namun perlawanan alot dilakukan Rappeng hingga adik Tau tongeng dari Soppeng gugur dalam pertempuran. Pada pertempuran keempat ini berakhir tanpa ada kemenangan. Inilah awal berpisahnya Rappeng dari Wajo.
Tidak lama setelah pengepungan Rappeng yang gagal, Addatuang Sidenreng La Patiroi memeluk Islam ditahun 1018 Hijriyah. Semalam setelah bersyahadatnya Sidenreng, kemudian diikuti Awaniyo.
Dua belas malam kemudian, orang Belawa ke Rappeng bersyahadat didepan Karaeng ri Gowa dan masuk Islam.
Tidak cukup dua bulan, Karaeng ri Gowa dan pasukannya mendarat di Tanete bersiap menyerang Soppeng. Orang Wajo tidak ke Bone (untuk bersama) menemani Soppeng berperang. Sementara Lamuru dan Mario riaja telah bersyahadat. Kemudian Arung Pattojo menyeberang ke pihak Gowa dan bersyahadat. Soppeng kewalahan. Utusan Soppeng, To Peo dan To Palajuka menyerah pada Karaeng di Lakkoko kemudian membuat kesepakatan. Maka masuklah Karaeng ri Gowa di Soppeng dan bersyahadatlah Datu Soppeng, BeoE tahun 1018 Hijriyah bersama segenap palilinya. Tidak tercatat dengan pasti apakah ada atau tidak ada pertempuran pada saat tersebut.
Satu tahun kemudian, Wajo dikepung pasukan koalisi Makassar, Soppeng dan Ajatappareng. Sepuluh hari bertempur, Pompanua direbut pasukan Soppeng. Adapun Tempe, Singkang, Tampangeng dan Totinco sebagian, telah direbut pasukan Ajatappareng. Pertempuran kelima ini dimenangkan pasukan koalisi Makassar, Soppeng dan Ajatappareng.
Terdesak dengan serangan Soppeng dan Ajatappareng, sepertinya terjadi gencatan senjata. Wajo mengirim utusan meminta pertimbangan Makassar melalui Karaeng Barombong. Karaeng Barombong berkata : "Lima mpenniki mappesau to Wajo, Ala'kugi tanniya laleng malempu napitaiko muteya".
Terjemahan bebas : Lima malam kita beristirahat orang Wajo. Bukankah jalan kebaikan yang ditunjukkan sanakmu (Karaeng ri Gowa) tetapi kamu menolak ?
Karaeng ri Gowa berkedudukan di Cenrana. Sementara Karaeng Barombong dari arah barat bersama pasukan Ajatappareng dan Soppeng.
Satu malam setelah utusan Wajo bertemu Karaeng Barombong, Arung Matoa mengirim utusan kepada Karaeng ri Gowa di Cenrana. Berkata utusan Wajo kepada Karaeng. "Nauttamana mai Karaengnge ri anakna, narekko tennareddu'mui weseku. tennatimpa' sarewoku, tennasesse' balawo ri tampukku"
Terjemahan bebas :
Masuklah Karaeng kepada anaknya, apabila tidak mencerabut padiku, tidak membuka aibku, tidak membedah kandungan tikusku. Mungkin maksud (Tennasesse' balawo ri tampukku = tidak membedah tikus di kandunganku) adalah tidak menghalangi memakan makanan. Tikus adalah pemakan padi. Balawo ri tampukku mungkin adalah kebutuhan untuk hidup untuk memakan makanan.
Karaeng ri Gowa menjawab : "Angkanna muewai sisadakkeng, anummu maneng. ellautopo kuwerekko".
Terjemahan bebas :
Hingga yang engkau temani bersyahadat adalah milikmu semua, mintalah akan kuberikan.
Kemudian perahu Karaeng bergerak naik menuju Topaceddo.
Keesokkan harinya datang Wajo bersama palilinya bertemu Karaeng di Topaceddo. Arung Matoa berkata pada Karaeng sebagaimana yang dikatakan utusannya. Karaeng menjawab : "Utarimanitu to Wajo. Pekkulle ulleiwi sahada'e, massumpajangnge, mappuasae. Kuwerengko anre apikku, kuwerengtokko angkanna muwewae sisadakkeng."
Terjemahan bebas :
Kuterima permintaanmu orang Wajo. berusahalah mengucapkan syahadat, shalat, berpuasa. Kuberikan juga taklukanku. Kuberikan pula hingga (negeri) yang menemanimu bersyahadat.
Arung Matoa menjawab : "Taroni kupakkulleullei Karaeng, angkanna naelorengnge DewataE. Naekiya narekko laoko ri musu, mallaleng muwa'. Naiya pura na bere' ri lempaku, reweqna ri wanuakku.
Terjemahan Bebas :
Biarlah saya usahakan Karaeng, hingga yang dikehendaki Dewata. Namun apabila engkau pergi berperang, saya akan berjalan. Adapun bila beras di pikulanku telah habis maka saya akan kembali ke negeriku.
Karaeng menjawab : "Kutarima ritu adammu To Wajo, amaseangnga' siya mupejereki agamamu, tassiajing lino lettu ahera"
Terjemahan bebas :
Kuterima permintaanmu orang Wajo. Kasihanilah saya, taatilah agamamu kita bersaudara dunia hingga akhirat.
Arung Matoa mengangguk setuju dan berkata : "Taroni upejerekki agamae naiya nasabbi Dewata SeuwaE appadaoroanengetta enrengnge assiajingenna tanae ri Wajo na Gowa. Iyapa tassarang Karaeng, DewataE pi passarangngi."
Terjemahan Bebas :
Saya akan taat pada agama dipersaksikan Tuhan yang Esa ikatan persaudaraan kita demikian pula persaudaraan antar negeri Wajo dan Gowa. Nantilah kita berpisah apabila Dewata yang memisahkan kita.
Keduanya setuju, kemudian Karaeng ri Gowa memberikan pada Arung Matoa, Petta Ennengnge, Arung Mabbicarae, Bate Caddie, apa yang selayaknya diberikan. Diberikan pula perkara syariat dan fikih shalat di hari Selasa 15 Shafar 1019 Hijriyah. Bersyahadatlah Wajo bersama Pammana dan Timurung serta palilinya. Setelah Wajo memeluk Islam, kembalilah Karaeng ri Gowa dan pasukannya ke negerinya.
Tiga bulan setelah kembalinya Karaeng ri Gowa, tiba utusan dari Gowa meminta agar Wajo bersiap menyerang Bone.
Setahun setelah Wajo bersyahadat, maka di seranglah Bone oleh pasukan Gabungan Makassar, Soppeng, Wajo, dan Ajatappareng. Pasukan Makassar Soppeng dan Wajo membuat benteng di Ellu, namun menyimpan benteng pertahanannya di Palette. Pasukan Wajo menyimpan benteng pertahanannya di Cenrana. Pasukan Soppeng menyimpan benteng pertahannya di ajangsalo. Pasukan Sidenreng dan Ajatappareng menduduki Mampu dan Amali.
Karaeng mengirim utusan menemui Arumpone La Tenriruwa, mengajak agar meninggikan agama Islam. Arumpone kemudian mengumpulkan rakyat Bone dan berkata : "Anaiya mupesonaiya tanae ri Bone, mupasekkori pajung, natanrereangngi deceng Karaengnge, madecengngi tacceppa asellengengnge. Nasaba iya uluadatta riolo ri Karaengnge iya lolongengnge deceng enrengnge tajang iya mappaita, nasaba makkedai Karaengnge uwasengngi deceng masero tajang mattappaa makkatennie ri agama asellengengnge.Makkeda topi Karaengnge, nakko mutarimai adakku, duwa mua maraja, Gowa muwa na Bone. Tapada makkasiwiyang ri Dewata SeuwaE Puang Allahu Ta'ala. Narekko tennatarimai mennang ada madecetta Karaengnge, natongengiwi natelotopi ta nyompa. Apowaatani' asenna. Narekko tatarimai amadecengenna nawelaiyangngi ada matti, paewani ewammu.Muwaseng amma siya teya mewa. Inampa toni naewa narekko nawelaiyanni uluada".
Terjemahan bebas :
Kalian telah menyerahkan kepadaku tanah Bone, menobatkanku menjadi Raja. Karaeng ri Gowa mengajak pada kebaikan. Baiklah kiranya kita berikrar pada Islam. Sebab perjanjian kita dahulu dengan Karaeng adalah barangsiapa yang menemukan (jalan) kebaikan dan terang, maka dialah yang menunjukkan. Sebab berkata Karaeng ri Gowa, kusebutkan kebaikan paling terang bercahaya adalah berpegang pada agama Islam. Berkata pula Karaeng ri Gowa apabila engkau terima tawaranku, hanya dua yang besar yaitu Gowa dan Bone. Bersama menyembah Dewata SeuwaE Puang Allahu Ta'ala. Apabila tidak kita terima tawaran baik Karaeng ri Gowa, maka (ia) berada pada kebenaran (memaksa dengan angkat senjata), mengalahkan kita hingga bertekuk lutut. Maka diperbudaklah kita namanya. Apabila kita terima tawaran baiknya, kemudian menghianati kita nantinya, maka melawanlah. Jangan kira saya tidak akan melawannya. Nantilah kita melawan setelah (Karaeng) meninggalkan perjanjian kita.
Akan tetapi rakyat Bone tetap menolak menerima agama Islam. Maka berdiam dirilah Arumpone. Orang Bone mengira Arumpone hendak memperluas lima wilayah kekuasaannya ketika Arumpone memisahkan diri pergi ke Pattiro.
Sesampainya di Pattiro, Arumpone La Tenriruwa memusyawarahkan dengan rakyatnya agar menerima Islam. Namun rakyat Pattiro menolak.
Setelah Arumpone pergi ke Pattiro, orang Bone bermusyawarah dan bersepakat menurunkan Arumpone La Tenriruwa dari tahtanya. Maka dikirimlah utusan bernama To Wallawu menghadap Arumpone di Pattiro.
Berkata To Wallawu kepada Arumpone : "Makkedai To Bone we, tanniyatu Bone teyyaiko, ikonatu pacai Bone ri wettu natujunna bali' tanae ri Bone muwelaiwi"
Terjemahan Bebas :
Berkata orang Bone, bukan Bone yang menolakmu, namun engkaulah yang membuat marah Bone di saat menghadapi masalah engkau meninggalkannya.
Maka menjawablah Arumpone :" O To Wallau, uwelorimuwa to Bone we. ujellokengko deceng tajang, sibawa maeloku renrengko ri decengnge ri tajangnge mu teya. Nae akkatenninno mennang ri nawa nawa mapettangmu, ulaona siyamekna ri tajang naparanyalae Puang SeuwaE agama asellengnge".
Terjemahan bebas :
Wahai To Wallawu, karena kecintaanku pada rakyat Bone, maka kutunjukkan kebaikan terang, dengan keinginanku menuntunmu pada kebaikan terang, namun kalian menolak. Maka berpeganglah kalian pada pikiran gelapmu. Biarlah aku pergi menyatu dengan terang cahaya Tuhan yang Maha Esa yaitu agama Islam.
Maka kembalilah To Wallawu.
Kemudian bersepakatlah orang Bone menurunkan Arumpone La Tenriruwa dari tahtanya. Kemudian bersepakat mengangkat Arung Timurung, yaitu La Tenripale to akkappeyang sebagai Arumpone. Arumpone La Tenripale to Akkappeyang lah yang memimpin rakyat Bone pada bagian akhir pertempuran Musu Selleng.
Mengetahui dirinya diturunkan dari tahta, La Tenriruwa meminta pada Karaeng agar di kawal di Pattiro. Adapun Karaeng ri Gowa mengutus Karaeng Pettung untuk menemani La Tenriruwa. Tidak lama kemudian, dikepunglah La Tenriruwa dan Karaeng Pettung oleh orang Pattiro dan orang SibuluE. Karaeng Pettung mengamuk dan memukul mundur pengepung hingga Maroanging. Pertempuran keenam ini dimenangkan oleh Gowa dan Puwetta La Tenriruwa.
Maka menyeberanglah La Tenriruwa ke Pallette bertemu Karaeng ri Gowa. Sementara Karaeng Pettung menjaga Pattiro.
Karaeng ri Gowa berkata pada MatinroE ri Bantaeng : "Madecennitu bela laomu mai. Iya muwa sa uwakkutanang riko kamo kega anu riyalemu uwerekko, mau temmakkarungko ri Bone mupowanu muwa. Uwissengmuwa mupowanu Bone nae uwangkalingai karebanna leleni arajangnge ri Bone".
Terjemahan bebas :
Baiklah kiranya engkau datang. Adapun yang ingin saya tanyakan kepadamu adalah mana saja negeri milikmu, akan kuberikan, meski tidak lagi menjadi Arumpone, tetap menjadi milikmu. Saya tahu engkau memiliki Bone, tetapi saya telah mendengar kabar telah berpindah arajang (simbol kekuasaan) di Bone.
Berkata MatinroE ri Bantaeng : "Anu riyaleku Karaeng, Palakka, Pattiro, Awampone. Anu riyalena tonasa Awiseku Mario ri Wawo".
Terjemahan bebas :
Kepunyaanku Karaeng adalah Palakka, Pattiro, Awampone. Sedangkan Mario ri Wawo adalah milik istriku.
Berkata Karaeng ri Gowa : "Sahada'no, naiya tonasa tama sahada' sikuae mupuadae Bone ritu teppoatai, Gowa teppoatai".
Terjemahan bebas :
Bersyahadatlah maka bersyahadat pulalah negeri Bone yang engkau sebut, tidak akan diperhambakan dan Gowa tidak memperhambakannya.
Dijawab oleh MatinroE ri Bantaeng, saya telah bersyahadat sebelum kemari. Karaeng ri Gowa berkata bahwa ia mengetahui MatinroE ri Bantaeng adalah penguasa Palette, namun karena Palette adalah tempat benderanya (pintu serangan), maka menjadi miliknya. MatinroE ri Bantaeng memberikan Palette pada Karaeng. Karaeng kemudian memberikan kain ambal beludru merah berkancing emas murni seberat satu ketti.
Diberikan kain mewah dengan emas murni seperti itu, MatinroE ri Bantaeng berkata : "Narekko iyamuwa kusilaongengmu mammusu Karaeng, teawa' malai.
Terjemahan bebas :
Apabila karena kita bersekutu memerangi (rakyat Bone) Karaeng, saya tidak akan mengambilnya.
Karaeng ri Gowa menjawab : "Muisseng muwa ritu baiseng ade'na torioloe narekko sitai tauwe massiajing temmakkullei de tanra sele alosi sire' daung ngota silampa"
Terjemahan bebas :
Bukankah engkau tahu wahai besan, adat kebiasaan leluhur kita. bila bertemu sanaknya, tidak bisa tidak saling memberi sepotong pinang dan selembar daun sirih.
Berkata Puwetta La Tenriruwa : "Uwalanitu Karaeng narekko akkoi"
Terjemahan bebas
Jika demikian, saya menerimanya Karaeng.
Maka berikrarlah puwetta La Tenriruwa bersama Karaeng Gowa mula sellengnge dan Karaeng Tallo mula sellengnge : "Tanniyapa wijatta makkarung ri Gowa, makkarung ri Tallo. Teng mupuanu wawai anummu, murigau' bawang ri padangmu tau. narekko engka jaa tujuo, timpaí tange'mu, kiuttama ri jaa mu"
Terjemahan bebas':
Bukanlah keturunan kita yang berkuasa di Gowa di Tallo, tidak memiliki yang bukan milikmu, tidak diperlakukan sewenang wenang sesamamu manusia, apabila ada kesulitanmu maka bukalah pintumu, agar kami masuk membantu kesulitanmu.
Puwetta La Tenriruwa menjawab : "Karaeng, temmureddu'weseku, temmusesse'balao ri tampukku, tessekke'bilaku. Narekko temmuwelaiyangnga mua janci, namau sibatangmua awo uwempangi lattu ri Gowa, narekko engka jaa mu, nasabbi Dewata SeuwaE"
Terjemahan bebas :
Wahai Karaeng, janganlah engkau mencabut padiku, membedah tikus dalam kandunganku, tidak memadamkan cahaya pelitaku. Apabila engkau tidak meninggalkan janji, maka meski hanya sebatang bambu aku mengangkatnya hingga ke Gowa bila engkau ditimpa masalah, dan dipersaksikan oleh Dewata yang Esa.
Tiga malam setelah perjanjian antara Karaeng ri Gowa Sultan Alauddin dan Puwetta La Tenriruwa, maka dilancarkanlah serangan terakhir pada pertempuran ketujuh. Maka jatuhlah Bone pada hari Rabu tanggal 20 Ramadhan 1020 Hijriyah. Dengan demikian, berakhirlah MUSU SELLENG. Masing masing kembali ke negerinya. Puwetta La Tenriruwa kemudian ke Tallo memperdalam ilmu keislaman pada Datok ri Bandang. Setelah sekian lama, Sultan Alauddin memberi pilihan domisili, Puwetta memilih bermukim di Bantaeng hingga meninggal dan bergelar Petta MatinroE ri Bantaeng.
---------------------------------------------------------------------------
Beberapa hal yang bisa kita tangkap dari tulisan diatas antara lain :
1. Pada dasarnya konsep Keesaan Tuhan telah dipahami oleh orang Bugis di masa lalu. Bahkan telah ada yang memeluk Islam namun belum menjadi agama resmi kerajaan.
2. Penyampaian Islam secara damai oleh Gowa dengan dasar perjanjian dengan kerajaan Bugis namun ditanggapi sebagai manuver politik sehingga perang pun terpaksa pecah.
3. Pindahnya keberpihakan beberapa kerajaan Bugis dalam rangkaian pertempuran karena telah menyadari bahwa Islam sebagai jalan yang terang.
4. Posisi dilema Puwetta La Tenriruwa yang di satu sisi menerima ajakan Gowa pada Islam dan prinsipnya yang mencintai dan membela rakyatnya.
5. Karaeng ri Gowa, Sultan Alauddin tidak menjadikan Musu Selleng sebagai kesempatan untuk memperluas wilayahnya. Bahkan memenuhi beberapa permintaan raja raja Bugis sepanjang bersedia bersyahadat.
Terakhir, sebagai penutup. Kita doakan dan kirimkan Al Fatihah kepada para pendahulu yang telah berdinamika sesuai konteks dan pilihannya di masa lalu sehingga kita hari ini bisa menikmati Islam dengan damai.
EmoticonEmoticon