Perang, dalam tradisi Bugis Makassar


....the Bugis Makassar sources structure the motivations for warfare around cultural concepts of shame (siriq), commiseration and solidarity (pesse/pacce), and on the maintenance or restoration of proper relationships wthin the human community and between states....

L. Andaya


Perang, adalah bagian dari dinamika sejarah manusia. Dimana pertentangan antara satu kelompok dengan kelompok lain yang tidak bisa diselesaikan secara diplomatis, kemudian berujung konflik bersenjata.


Sulawesi Selatan di masa lalu, pernah mengalami banyak peperangan. Namun, ada kekhasan yang didasari oleh kebudayaan setempat. Seperti yang dikatakan Andaya, motivasi Siriq dan Pesse/Pacce adalah motivasi utama. Meski dibalik itu terdapat kepentingan dominasi politik dan kepentingan ekonomi. 


Akan tetapi, perang di Sulawesi Selatan di masa lalu, tidak melulu disebabkan dorongan ekonomi politik. Terkadang ada perang yang disebabkan hal yang mungkin dianggap aneh. Yaitu syarat diterimanya sebuah lamaran.

Tradisi Bugis Makassar tidak memulai perang bila tidak dideklarasikan terlebih dahulu. Perang kilat (Blietzkrieg) ala Jerman atau serangan mendadak Jepang ke Hawaii adalah contoh perang modern yang tidak dikenal di masa lalu. Deklarasi perang ditandai dengan dikirimkannya pernyataan dari satu pihak yang disebut Timu-timu. Pesan singkat berisi pernyataan akan menyerang satu pihak ke pihak lain yang dikirimkan Timu-timu.

cek :
Para ksatria, pejuang, dipanggil melalui Bila bila musu yang berisi waktu dan tempat akan diadakannya peperangan. Pada saat itulah diadakan prosesi Mangngaruq yaitu sumpah setia pada pimpinan. Tak jarang, diadakan prosesi Macceraq yaitu pelumuran darah kepada Bate atau bendera/panji perang. Dengan harapan diberi kemenangan.

Sisi Mistis dan Metafisika pada Perang
Perang dalam tradisi Bugis-Makassar, tidaklah sekadar persoalan kuantitas dan kualitas pasukan. Bukan pula sekadar ragam senjata yang digunakan. Seperti tombak, alameng, sinangke, bangkung, tappi/gajang/sele, badiq/kawali,seppu dan sebagainya. Tetapi juga persoalan metafisika. 

Contoh Tombak yang digunakan komandan pasukan

Senjata, dalam hal ini Parewa Bessi/Polobessi, bukan sekadar tajam dan bisa difungsikan. Akan tetapi terkadang ditambahkan zat zat tertentu agar lebih beracun (mausso). Sissiq atau karakter dasar senjata sangat dipertimbangkan. Bessi Malela, sangat umum digunakan dalam peperangan.

Pappoq, sejenis siluman wanita, terlibat dalam perang 1859. Picunang, adalah sebuah ilmu mistik. Dimana peluru hanya diletakkan di tangan. Kemudian dirapal mantra dan ditiup ke peluru. Peluru itu akan terbang mencari sendiri sasarannya. Sementara Kulawu juga digunakan, khususnya Kulawu Bessi agar tidak mempan senjata. Atau Kulawu wai (air), agar luka dapat cepat menutup sebagaimana air.

Dalam sebuah tradisi tutur, tombak yang berlubang di tengahnya, digunakan dalam menyeleksi pasukan yang akan diberangkatkan. Komandan pasukan memegang tombaknya kemudian melihat pasukannya dari celah lubang pada tombaknya. Bila seorang pasukan terlihat tak lengkap anggota tubuhnya, maka ia dilarang pergi perang. Sebab diyakini yang bersangkutan akan tewas pada perang nantinya.


Medan Pertempuran
Perang antar kerajaan berarti ada jarak yang harus ditempuh sebelum terjadi pertempuran. Oleh karena itu, dibangunlah kubu yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan sebelum pertempuran dimulai. Tampakuku.atau kubu, dibangun ditempat strategis dan biasanya tidak jauh dari sungai, agar memudahkan penyerangan dan memuat peralatan tempur seperti meriam serta logistik pasukan.

Tampakuku ini dibuat dari kayu dan dipersenjatai dengan meriam kaliber kecil yang disebut dengan Lela Rentaka. Tampakuku tidak dibuat sebagai bangunan permanen. Ia dibangun dengan cepat. Bila kondisi terdesak, Tampakuku ini juga bisa dipindahkan dengan cepat sebagai bagian dari taktik perang.

Pasukan penyerang akan meninggalkan Tampakukunya dan bertemu dengan pasukan lawan yang biasanya berada di bentengnya. Pada pertempuran, biasanya komandan akan berhadap-hadapan dengan komandan musuhnya. Begitupun dengan pasukan. Peperangan akan diakhiri apabila ada komandan lawannya tewas.

Ilustrasi Perang Makassar 1667-1669. Nampak penggunaan Sumpit beracun


Pasca Perang
Perang baru dikatakan berakhir, bila ada upacara resmi. Pihak kalah akan Ripabbua Tappi yaitu menyerahkan keris emas pada pihak pemenang. Sebagai simbolitas pengakuan akan kekalahan. Selain itu, pihak kalah perang akan membayar Sebbu Kati yaitu denda perang. Menyerahkan sepasang gelang, sarung dan benda benda lainnya.

Pada pihak yang dianggap setara, perang diselesaikan dengan sebuah perjanjian atau Maqkuluada. Ditandai dengan di letakkannya pusaka kerajaan dua belah pihak secara berdampingan.

5 komentar

Tidak bisaka mandiri orang bugis senior? kenapa selalu bergantung dengan makassar

ada bagian yang beda antara makassar dan bugis...adapula yang sejarahnya beririsan...
yang mana kita maksud bergantung ?

penyebutannya senior, kalau makassar katakan makassar kalau bugis katakan bugis karena bugis dan makassar dua etnis yg berbeda, beda bahasa beda sejarah dan beda wilayah.

memang beda etnis...tapi apa yang saya tulis memang terjadi pada etnis bugis maupun makassar...beberapa case perangnya malah di perang makassar...saya mau pisahkan bagaimana ?

Makassar, tallo , bone , soppeng , wajo , ajangtappareng itu wilayah bukan etnis . Yang etnis ya bugis ada bugis bone ada bugis makassar ada bugis soppeng semuanya satu suku yang beda hanya wilayahnya dan yang merusak persaudaraannua adalah penjajah kita satu kakek dan satu nenek kalau budayanya ada perbedaan sedikit itu hanya karena geografisnya ada dipesisir ada yang dataran agak tinggi seperti soppeng enrekang jadi tidak ada perbedaan kita satu suku yaitu suku bugis


EmoticonEmoticon