Inai lampaentengi siri na paccena Gowa kataena pattujungku naparenta balanda
(Somba Gowa)
Inakke pa Sombangku lappassamma ammayu kabayaoja sibatu
(I Tolok Daeng Magassing)
Siapakah gerangan yang akan menegakkan harkat dan martabat Gowa,
sebab saya tak sudi dijajah Belanda (Somba Gowa)
Sayalah tuanku yang bersedia sebab hamba hanya sebutir telur (I Tolok Daeng Magassing)
Kekalahan Gowa dalam ekspedisi militer Belanda 1905,
menyebabkan salah seorang komandan angkatan bersenjata Gowa, melakukan
perlawanan. I Tolok, demikian nama lahirnya. Ia memiliki paddaengan yaitu Daeng
Magassing. Daeng Yuseng, petani dari Jeneponto mengatakan bahwa I Tolok berasal dari Jeneponto, tepatnya di Kampung Tolo. Dia adalah perampok yang suka membantuk orang kecil. Mappaseleng Daeng Magau, salah seorang pasinrilik mengatakan, I Tolok berasal dari Polongbangkeng. Sedangkan Dora daeng Bali dan Baharuddin Daeng Kio mengatakan I Tolok adalah orang yang berasal dari Limbung (Bajeng). Poelinggomang mengatakan I Tolok berasal dari Limbung (Bajeng) yang sebelum ekspedisi militer (1905) menjabat sebagai komandan pada salah satu seksi pertahanan Kerajaan Gowa bagian selatan (hal.64). Ada juga pendapat mengatakan bahwa I Tolok berasal dari Polombangkeng (Takalar)
Sejak tahun 1906, terjadi beberapa tindakan perampokan bersenjata (bedil) di bekas wilayah onderafdeling Gowa (hal 52). Pemerintah Belanda menduga perampokan ini hanya kriminal belaka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Belum ada pandangan yang menilai bahwa gerakan tersebut sebenarnya adalah bentuk perlawanan terhadap Pemerintah Belanda. Salah satu pemimpin "perampok" pada saat itu adalah I Tolok.
Sebelum mangkat, Somba Gowa Sultan Husain meminta pada I Tolok agar melanjutkan gerakan perlawanan. Untuk itu, I Tolok diberikan sejumlah bedil, peluru, amunisi dan bahkan legitimasi pada rakyat untuk memimpin perlawanan.
Tahun 1913, terjadi penyerangan terhadap I Tolok dan pengikutnya. Namun berhasil lolos. Nanti di bulan September 1914, I Tolok kembali melanjutkan gerakannya. Ia didukung pengikutnya antara lain I Macang (cucu Ishak Manggabarani Tumabicara Butta Gowa/Arung Matowa Wajo), Abasa Daeng Manromo Karaeng Bilaji (saudara tiri Sultan Husain Somba Gowa), I Paciro Daeng Mapata (Mantan duta kerajaan Gowa untuk Bone), Daeng Tompo dan Daeng Manyengka (saudara regen polombangkeng, halaman 55)
Meski demikian, Belanda terus melanjutkan tekanannya. Tanggal 19 Oktober 1914, Belanda menyergap I Macang Daeng Barani sehingga gugur ditembak Belanda. Hal ini membuat ayahnya, I Kitti Pattalallo menyusun rencana balas dendam terhadap Belanda. Untuk itu, ia menyampaikan ke ayahandanya, Ishak Manggabarani. Namun, tidak langsung menyetujui dan menganjurkan agar menanyakan ke Belanda sebab musabab ditembaknya I Macang (hal 72). Namun tidak diperoleh jawaban yang memuaskan dari pihak Belanda.
Juni 1915, I Kitti Pettalallo dan Karaeng Manjalling mengadakan pertemuan dengan I Tolok di Manuju. I Tolok bersedia memenuhi permintaan keluarga I Macang. Untuk itu, diberi dukungan, senjata dan amunisi. Dilanjutkan dengan pertemuan lanjutan dirumah bekas regen Manuju. Hadir dalam pertemuan tersebut kelompok I Tolok, regen Tanralili dan para pengikutnya, kepala kampung Bontoparang, Tesse, Mangepong, Kunjunglata, Parangloe, dan sejumlah bangsawan dan beberapa kampung lainnya. Diperkirakan sekitar 100 orang yang hadir (hal. 77)
Dalam pertemuan tersebut, disepakati I Tolok sebagai pemimpin perlawanan terhadap Belanda. Kemudian I Tolok diberi hak untuk menguasai sebagian ornamen kerajaan Gowa (badik Ta'bule'leng) sebagai tanda pengabsahan. Upacara penjemputan ornamen tersebut secara adat
Setelah melakukan aksinya,I Tolok membagi-bagikan hasil rampokannya pada rakyat kecil. Selain itu, I Tolok juga menyerang posisi Belanda, serta mata-mata Belanda. Aksinya tidak lagi dinilai sebagai kriminal belaka. Tetapi merupakan bentuk perlawanan terhadap Belanda.
Untuk menumpas perlawanan I Tolok, Belanda menggunakan beberapa cara. Pertama, meningkatkan kewaspadaan dan menggunakan pejabat bumiputera untuk menggerogoti pengaruh I Tolok di masyarakat. Kedua, menggunakan mata-mata. Ketiga, membangun jalur kereta api Makassar-Takalar untuk memudahkan mengangkut pasukan. Keempat, menjelek-jelekkan I Tolok dengan istilah "perampok". Terakhir, operasi militer (hal.90-94).
Delapan kompi pasukan Belanda didatangkan dari Jawa di Juli 1915. Namun operasi militer Belanda nanti berhasil setelah dua anak buah I Tolok membocorkan lokasi persembunyiannya. Dalam serangan itu, I Tolok bersama pengikut setianya, I Rajamang gugur.
Jangan lewatkan resensi yang lain :
Judul : Bandit Sosial di Makassar Jejak Perlawanan I Tolok Dg. Magassing
Penulis : M. Nafsar Palallo
Penerbit : Rayhan Intermedia, Makassar
Tebal : xi + 129 halaman
Terbitan Pertama ; Maret 2008
2 komentar
makasih boskuu
EmoticonEmoticon