PENGANTAR
Di bagian pertama telah disebutkan bahwa wilayah Wajo bagian utara sekitar tahun 1534 adalah hingga di Keera dan Utting. Hal ini dikarenakan Datu Luwu mengambil wilayah Siwa dan memasukkan dalam wilayahnya. Sementara Bone merebut Baringeng sebagai bentuk balasan atas dilaporkannya utusan rahasia Bone ke Wajo pada Karaeng Tunipallangga.
Sementara Datu Luwu Sanggaria bersama Karaeng Tunipallangga setelah menyerang Wajo, keduanya ke Cenrana dan kembali ke negeri masing masing.
- Karaeng Tunipallangga. Nama beliau adalah I Manriwagau Karaeng Tunipallangga Raja Gowa
- To Maddualeng. Nama beliau adalah La Paturusi To Maddualeng. Putra La Tiringeng to Taba. Menjabat sebagai Arung Bettempola
- Keera. Adalah sebuah kerajaan kecil disebelah utara Wajo dan sebelah selatan Siwa. Berbatasan langsung dengan Sidenreng/Maiwa di barat dan teluk Bone di Timur
- Akkotengeng. Adalah kerajaan kecil di sebelah utara Wajo. Berbatasan langsung dengan Keera.
- Pammana. Adalah kerajaan kecil disebelah selatan Wajo. Berbatasan langsung dengan Bone dan Soppeng
- Timurung. Adalah kerajaan kecil disebelah selatan Wajo. Berbatasan langsung dengan Pammana dan Soppeng.
- Utting. Kerajaan kecil disebelah utara Sidenreng
- Wajo riaja. Wajo barat. Terdiri dari tiga kerajaan kecil yang diketuai oleh Palippu. Menggabungkan diri ke Wajo dan menyebut dirinya Wajo riaja.
- Aru'. Secara harfiah berarti amuk. Namun pada konteks ini adalah ikrar setia pada pimpinan yang dilakukan sebelum perang. Aru' sering juga disebut osong.
DINAMIKA POLITIK 1535-1550
Setelah menjabat selama kurang lebih 11 tahun sebagai Arung Matoa, La Tenripakado To Nampe wafat. Beliau digantikan oleh La Temmasonge. Hanya 3 tahun menjabat, La Temmasonge mengundurkan diri sebagai Arung Matoa. Selanjutnya digantikan oleh La Warani To Temmagiang (sekitar 1538).
Di tahun pertama (sekitar 1539) terjadi konflik antara Utting dan Sidenreng. Perang berkepanjangan hingga setahun (sekitar 1540), namun keduanya berimbang. Sidenreng kemudian meminta Karaeng Tunipallangga terlibat dan membela Sidenreng. Utting meminta bantuan pada Wajo. Setelah 10 hari berperang, pasukan gabungan Wajo dan Utting terdesak. Bahkan pasukan Wajo dipukul mundur hingga ke Sekkanasu. Untuk menghindari kekalahan yang lebih parah, maka To Maddualeng menyatakan kekalahan Wajo terhadap Gowa.
Sebagai pemenang perang, posisi Gowa sebagai "puang". Sementara sebagai pihak kalah perang, Wajo sebagai "ata". Wajo diwajibkan mematuhi perintah Gowa. To Maddualeng menjawab, sepanjang kemampuan dan kebaikan Wajo, maka Wajo bersedia. Karaeng Tunipallangga mengatakan, apakah ada "tuan" yang ingin mencelakakan hambanya.
Tiga hari kemudian, Pammana dan Timurung datang menghadap Karaeng Tunipallangga dan menggabungkan wilayahnya. Sebulan kemudian, menyusul Keera dan Akkotengeng menggabungkan wilayahnya ke Gowa.
Dua tahun kemudian (sekitar 1542) datanglah Karaeng Tunipallangga menyuruh orang Wajo untuk menebang kayu di Sumangki untuk dijadikan tiang. Selama 5 bulan, orang Wajo di Sumangki kemudian pulang. Setahun kemudian (1543) terjadi konflik internal antara orang Wajo dan Wajo riaja. Maka Arung Matoa mengirimkan persembahan pada Arung Palippu (penguasa Wajo riaja) agar mengingat perjanjian damai mereka dengan Wajo. Namun, ditampik. Perang saudara terus berlangsung hingga tiga tahun kemudian (1546).
Setahun perang saudara berlangsung (1544) Arung Matoa La Warani To Temmagiang wafat. Menurut Lontara Sukkuna Wajo, beliau digantikan oleh La Malagenni. Namun menurut Kroniek Van Wadjo, langsung digantikan oleh La Mappapuli to Appamadeng MassaolocciE dalam situasi perang.
Saat menjadi Arung Matoa (sekitar tahun 1544), MassaolocciE kembali mengingatkan Arung Palippu tentang perjanjian Wajo dan Wajo riaja. Namun tetap ditolak.
Wajo terbelah. Orang Wajo dilarang ke danau (sebelah barat) oleh orang Wajo riaja. Namun perang saudara itu berakhir dengan kekalahan Wajo riaja. Statusnya diturunkan. Saat itulah La Mungkace To Uddamang (kelak menjadi Arung Matoa) memperlihatkan kemampuannya.
Tiga tahun menjabat Arung Matoa (sekitar 1550), datanglah utusan Gowa meminta agar Wajo memerangi Batulappa pada awal kemunculan bulan. Setelah tiga hari utusan Gowa menginap, pulanglah ke Gowa. Sementara Wajo bersama palilinya bersiap menyerang ke Batulappa.
Setelah berperang selama satu bulan, akhirnya Batulappa menyerah. Lalu orang Wajo kembali. Tak lama datanglah utusan Gowa mengatakan bahwa bila Wajo tak mampu mengalahkan Batulappa, hendaknya menyerang Bulo bulo. Namun Arung Matoa menjawab, bahwa Batulappa telah dikalahkan. To Maddualeng menyarankan Arung Matoa, meski telah memenuhi permintaan Karaeng Tunipallangga agar menaklukkan Batulappa, hendaknya tetap ke Bulo bulo. Arung Matoa mengiyakan namun meminta waktu 7 hari agar pasukan beristirahat. Kemudian mempersilakan utusan Gowa agar lebih dulu ke Bulo bulo.
Setelah sepekan, orang Wajo berangkat ke Bulo bulo. Selama tiga hari perjalanan akhirnya sampai. Didapatilah Arumpone dan Karaeng Gowa duduk. Lalu bertanya Karaeng Gowa, tentang permintaannya pada Wajo agar mengalahkan Batulappa. Orang Wajo mengiyakan. Karaeng Gowa meminta lagi agar Wajo memerangi Bulo Bulo. Bila Wajo menang, derajat Wajo dari palili Gowa akan dinaikkan menjadi "sanak" Gowa. Karaeng Gowa menyuruh bawahannya agar menyerahkan gelang pada orang Wajo. Namun hanya La Mungkace dan BangkaibottoE yang mengambil. Lalu keduanya pun melakukan aru.
Setelah makan malam, La Mungkace dan Bangkaibottoe bersama masing masing 20 orang orangnya masuk ke Bulo bulo. Perang malam berlangsung hingga pagi hari. Bulo bulo akhirnya menyerah. Atas keberhasilan tersebut, Karaeng Gowa mengembalikan Baringeng dan MallusesaloE pada Wajo serta menjadikan Wajo sebagai sanak. Tiga hari kemudian, mereka semua kembali ke negeri masing masing.
Baca juga :
Kronologi terbentuknya koalisi TellumpoccoE berdasar Kroniek Van Wadjo (Bagian pertama)
Kronologi terbentuknya koalisi TellumpoccoE berdasar Kroniek Van Wadjo (Bagian ketiga)
Perjalanan James Brooke ke Sulawesi Selatan 1840 (bagian I)
Perjalanan James Brooke ke Sulawesi Selatan 1840 (bagian II)
Perjalanan James Brooke ke Sulawesi Selatan 1840 (bagian III)Sementara Datu Luwu Sanggaria bersama Karaeng Tunipallangga setelah menyerang Wajo, keduanya ke Cenrana dan kembali ke negeri masing masing.
- Karaeng Tunipallangga. Nama beliau adalah I Manriwagau Karaeng Tunipallangga Raja Gowa
- To Maddualeng. Nama beliau adalah La Paturusi To Maddualeng. Putra La Tiringeng to Taba. Menjabat sebagai Arung Bettempola
- Keera. Adalah sebuah kerajaan kecil disebelah utara Wajo dan sebelah selatan Siwa. Berbatasan langsung dengan Sidenreng/Maiwa di barat dan teluk Bone di Timur
- Akkotengeng. Adalah kerajaan kecil di sebelah utara Wajo. Berbatasan langsung dengan Keera.
- Pammana. Adalah kerajaan kecil disebelah selatan Wajo. Berbatasan langsung dengan Bone dan Soppeng
- Timurung. Adalah kerajaan kecil disebelah selatan Wajo. Berbatasan langsung dengan Pammana dan Soppeng.
- Utting. Kerajaan kecil disebelah utara Sidenreng
- Wajo riaja. Wajo barat. Terdiri dari tiga kerajaan kecil yang diketuai oleh Palippu. Menggabungkan diri ke Wajo dan menyebut dirinya Wajo riaja.
- Aru'. Secara harfiah berarti amuk. Namun pada konteks ini adalah ikrar setia pada pimpinan yang dilakukan sebelum perang. Aru' sering juga disebut osong.
DINAMIKA POLITIK 1535-1550
Setelah menjabat selama kurang lebih 11 tahun sebagai Arung Matoa, La Tenripakado To Nampe wafat. Beliau digantikan oleh La Temmasonge. Hanya 3 tahun menjabat, La Temmasonge mengundurkan diri sebagai Arung Matoa. Selanjutnya digantikan oleh La Warani To Temmagiang (sekitar 1538).
Di tahun pertama (sekitar 1539) terjadi konflik antara Utting dan Sidenreng. Perang berkepanjangan hingga setahun (sekitar 1540), namun keduanya berimbang. Sidenreng kemudian meminta Karaeng Tunipallangga terlibat dan membela Sidenreng. Utting meminta bantuan pada Wajo. Setelah 10 hari berperang, pasukan gabungan Wajo dan Utting terdesak. Bahkan pasukan Wajo dipukul mundur hingga ke Sekkanasu. Untuk menghindari kekalahan yang lebih parah, maka To Maddualeng menyatakan kekalahan Wajo terhadap Gowa.
Sebagai pemenang perang, posisi Gowa sebagai "puang". Sementara sebagai pihak kalah perang, Wajo sebagai "ata". Wajo diwajibkan mematuhi perintah Gowa. To Maddualeng menjawab, sepanjang kemampuan dan kebaikan Wajo, maka Wajo bersedia. Karaeng Tunipallangga mengatakan, apakah ada "tuan" yang ingin mencelakakan hambanya.
Tiga hari kemudian, Pammana dan Timurung datang menghadap Karaeng Tunipallangga dan menggabungkan wilayahnya. Sebulan kemudian, menyusul Keera dan Akkotengeng menggabungkan wilayahnya ke Gowa.
Dua tahun kemudian (sekitar 1542) datanglah Karaeng Tunipallangga menyuruh orang Wajo untuk menebang kayu di Sumangki untuk dijadikan tiang. Selama 5 bulan, orang Wajo di Sumangki kemudian pulang. Setahun kemudian (1543) terjadi konflik internal antara orang Wajo dan Wajo riaja. Maka Arung Matoa mengirimkan persembahan pada Arung Palippu (penguasa Wajo riaja) agar mengingat perjanjian damai mereka dengan Wajo. Namun, ditampik. Perang saudara terus berlangsung hingga tiga tahun kemudian (1546).
Setahun perang saudara berlangsung (1544) Arung Matoa La Warani To Temmagiang wafat. Menurut Lontara Sukkuna Wajo, beliau digantikan oleh La Malagenni. Namun menurut Kroniek Van Wadjo, langsung digantikan oleh La Mappapuli to Appamadeng MassaolocciE dalam situasi perang.
Saat menjadi Arung Matoa (sekitar tahun 1544), MassaolocciE kembali mengingatkan Arung Palippu tentang perjanjian Wajo dan Wajo riaja. Namun tetap ditolak.
Wajo terbelah. Orang Wajo dilarang ke danau (sebelah barat) oleh orang Wajo riaja. Namun perang saudara itu berakhir dengan kekalahan Wajo riaja. Statusnya diturunkan. Saat itulah La Mungkace To Uddamang (kelak menjadi Arung Matoa) memperlihatkan kemampuannya.
Tiga tahun menjabat Arung Matoa (sekitar 1550), datanglah utusan Gowa meminta agar Wajo memerangi Batulappa pada awal kemunculan bulan. Setelah tiga hari utusan Gowa menginap, pulanglah ke Gowa. Sementara Wajo bersama palilinya bersiap menyerang ke Batulappa.
Setelah berperang selama satu bulan, akhirnya Batulappa menyerah. Lalu orang Wajo kembali. Tak lama datanglah utusan Gowa mengatakan bahwa bila Wajo tak mampu mengalahkan Batulappa, hendaknya menyerang Bulo bulo. Namun Arung Matoa menjawab, bahwa Batulappa telah dikalahkan. To Maddualeng menyarankan Arung Matoa, meski telah memenuhi permintaan Karaeng Tunipallangga agar menaklukkan Batulappa, hendaknya tetap ke Bulo bulo. Arung Matoa mengiyakan namun meminta waktu 7 hari agar pasukan beristirahat. Kemudian mempersilakan utusan Gowa agar lebih dulu ke Bulo bulo.
Setelah sepekan, orang Wajo berangkat ke Bulo bulo. Selama tiga hari perjalanan akhirnya sampai. Didapatilah Arumpone dan Karaeng Gowa duduk. Lalu bertanya Karaeng Gowa, tentang permintaannya pada Wajo agar mengalahkan Batulappa. Orang Wajo mengiyakan. Karaeng Gowa meminta lagi agar Wajo memerangi Bulo Bulo. Bila Wajo menang, derajat Wajo dari palili Gowa akan dinaikkan menjadi "sanak" Gowa. Karaeng Gowa menyuruh bawahannya agar menyerahkan gelang pada orang Wajo. Namun hanya La Mungkace dan BangkaibottoE yang mengambil. Lalu keduanya pun melakukan aru.
Setelah makan malam, La Mungkace dan Bangkaibottoe bersama masing masing 20 orang orangnya masuk ke Bulo bulo. Perang malam berlangsung hingga pagi hari. Bulo bulo akhirnya menyerah. Atas keberhasilan tersebut, Karaeng Gowa mengembalikan Baringeng dan MallusesaloE pada Wajo serta menjadikan Wajo sebagai sanak. Tiga hari kemudian, mereka semua kembali ke negeri masing masing.
Baca juga :
Kronologi terbentuknya koalisi TellumpoccoE berdasar Kroniek Van Wadjo (Bagian pertama)
Kronologi terbentuknya koalisi TellumpoccoE berdasar Kroniek Van Wadjo (Bagian ketiga)
Perjalanan James Brooke ke Sulawesi Selatan 1840 (bagian I)
Perjalanan James Brooke ke Sulawesi Selatan 1840 (bagian II)
EmoticonEmoticon