Penggunaan jasa lembaga survey menjadi sangat penting sekaitan proses politik. Dengan ilmu statistik, survey yang dilakukan dapat memberikan gambaran tentang tingkat elektabilitas calon. Sehingga memberikan rekomendasi pada tim pemenang tentang langkah strategis apa yang harus diambil. Demikian pula setelah penghitungan suara. Gambaran perolehan suara dapat dengan cepat disimpulkan. Sehingga memberi kesempatan tim pemenang untuk segera mengklaim kemenangan dengan alasan mengawal suara.
Padahal banyak orang lupa. Bahwa survey itu menggunakan model induksi yaitu beberapa sampel yang kemudian digeneralisir. Bukan totalitas dari populasi yang diteliti, hanya beberapa sampel yang dianggap mewakili. Dengan garansi margin error yang rendah memberi kepastian akurasi angka angka yang dihasilkan lembaga survey.
Seusai pemungutan suara 9 Juli lalu, terjadi perbedaan pendapat beberapa lembaga survey pada media. Banyak orang tiba-tiba menghakimi lembaga survey yang tidak memenangkan jagoannya. Lembaga survey dianggap tidak kredibel, pesanan dan berbagai citra negatif dilekatkan. Pada tulisan ini saya tidak bermaksud membela lembaga survey dalam hal Quick Count. Namun hanya sekadar membandingkan dengan Real Count. Berikut ini beberapa perbedaan Quick Count dan Real Count
1. Sampel
QC = Sebagian dari total populasi dengan menggunakan rumus slovin atau rumus kretjie
RC = Total dari seluruh populasi yang ada
Pada QC, hanya mengambil sebagian dari total yang dihitung. Biasanya menggunakan rumus slovin atau rumus kretjie. Jadi QC merupakan kesimpulan yang bersifat general. Sedangkan pada RC dilakukan secara berjenjang disemua TPS kemudian PPS, PPK hingga KPU RI
2. Tujuan
QC = Memberikan rekomendasi pada tim pemenang dan kadang membentuk opini masyarakat
RC = Memberikan hasil resmi dan legitimasi pada peserta pemilu dan masyarakat
Jelas
3. Proses
QC = Cepat, sesuai namanya
RC = Berjalan sesuai tahapan dan kondisi real lapangan (pegunungan,pulau dsb)
Berhubung QC hanya mengambil sebagian populasi sebagai sampel dan tidak melalui proses pengisian formulir yang rumit, maka prosesnya berjalan cepat. Berbeda dengan real count yang berjalan sesuai dengan tahapan. Meskipun misalnya rekapitulasi bisa dilakukan lebih cepat, tetap tidak bisa dilakukan rekapitulasi pada jenjang lebih tinggi (PPS keatas) bila belum masuk tahapannya. Belum lagi pengisian formulirnya, apalagi pada pemilu DPR,DPD dan DPRD, yang sangat rumit. Belum juga persoalan teknis lapangan, misalnya didaerah TPS didaerah kepulauan yang terkendala dengan ombak yang besar sehingga pengiriman kotak suara ke PPS menjadi terhambat. Atau misalnya lokasi TPS dipegunungan yang tak ada akses jalan raya sehingga butuh waktu berhari hari melewati jalan berlumpur dan berjurang.
4. Tingkat Akurasi
QC = Sesuai margin error, teknik sampling
RC = Kesesuaian angka pada formulir
Dalam QC, tingkat akurasi bisa disesuaikan. Misalnya 95% (margin error 5%) atau 98% (margin error 2%) akan memengaruhi jumlah sampel. Semakin tinggi sampel yang digunakan maka akurasinya juga semakin tinggi. Demikian pula teknik sampling yang digunakan juga menentukan akurasi hasil penghitungan. Sementara pada RC, tingkat akurasi perolehan suara sangat tergantung pada kesesuaian angka pada formulir. Mulai dari penentuan sah tidaknya suara, kemudian proses transfer ke Model C2 Besar, kemudian ke model C dan seterusnya secara berjenjang. Semakin sesuai angka angka yang ada antar formulir yang satu dengan yang lain, maka semakin tinggi tingkat akurasinya
5. Pelaksana
QC = Lembaga Survey
RC = Lembaga penyelenggara pemilu
Jelas
Demikian 5 perbedaan Quick Count (QC) dan Real Count (RC), semoga bermanfaat dan dapat mengantarkan kita semua pada kebijaksanaan dalam menyikapi kesimpangsiuran informasi saat ini.
1 komentar so far
Sering denger QC dan RC, tapi baru paham bedanya sekarang
EmoticonEmoticon