White Belt Syndrom (Sindrom Sabuk Putih)

Semangat melampaui kapasitas, begitulah kondisi sindrom sabuk putih. Sabuk putih berarti pemula. Ya, pemula lah yang sering sangat bersemangat, yang semangatnya melampaui kapasitasnya. Seorang yang baru sabuk putih (umumnya, tapi tidak semua), kalau dicolek sedikit, langsung pasang jurus siap menyerang. Sedang sabuk hitam, santai saja.

Sebelum bertarung, sabuk putih biasanya berusaha memperbaiki tampilannya. Terutama kuda-kuda dan jurus awal. Tetapi begitu memasuki pertarungan, ia kehilangan kontrol. Lupa jurusnya. Berkelahi bebas tak teratur.

Berbeda dengan sabuk hitam. Sangat tenang dan santai. Begitu bertarung, ia akan bergerak seefektif dan seefisien mungkin. Ia menghindari serangan dengan elegan, dan menyerang secara mematikan. Ia tetap kontrol selama pertarungan sampai menyelesaikan pertarungannya.

Sindrom, adalah istilah medis yang berarti gejala, tanda-tanda atau karakter yang muncul yang menjadi dasar bagi dokter dalam mendiagnosa. Sindrom sabuk putih adalah gejala, tanda-tanda, atau karakter pemula yang merasa sudah hebat namun semangatnya jauh melampaui kapasitasnya. Sindrom sabuk putih, meminjam istilah medis dan bela diri, namun konteks yang dibicarakan adalah pada ranah pengetahuan. Baik itu agama maupun ilmu umum.


Mungkin kita pernah bertemu dengan orang yang baru kemarin belajar agama. Tanpa mengurangi rasa hormat (sebab perjalanan spiritual tiap orang beda), kita tahu bahwa ia kemarin adalah pendosa. Ia mulai menggunakan simbol-simbol agama, macam jubah dan sorban. Lalu ceramah kiri kanan, menyesatkan orang kiri kanan, mengkafirkan orang kiri kanan. Layaknya seorang yang bersabuk putih. Baru kemarin masuk perguruan bela diri, lantas pasang jurus kiri kanan.

Kalau kita "bertarung gagasan" dengannya dan argumentasinya tersudut, maka ia akan merekomendasikan ustasnya (sebagai jagoan andalannya) agar kita berguru padanya. Tetapi itu langkah terbijaknya. Langkah lainnya adalah mencap kafir, musyrik dan berbagai label buruk lainnya agar ia menjadi benar dan menang.

Berhadapan dengan "sabuk putih" selalu menggemaskan. Sebab terkadang ia tidak mengerti kekurangannya, kekeliruannya dan kesalahannya. Berbagai cara yang ditunjukkan agar ia mengerti akan menemukan jalan buntu. Kita mesti banyak bersabar menghadapi "sabuk putih". Sindrom sabuk putih banyak mengidap orang. Termasuk yang belajar agama. Semoga pengidap White Belt Syndrom terus berproses agar naik level dan lebih bijaksana sebagaimana "sabuk hitam".


EmoticonEmoticon