Setiap komunitas memiliki standarisasi nilai untuk membangun harmoni dalam kelompoknya. Tak terkecuali orang Bugis, juga memiliki beberapa standarisasi nilai yang diharapkan melekat pada karakter personalnya. Berikut ini kami merangkum 7 karakter ideal bagi orang Bugis
- Manyameng Kininnawa : secara harfiah berarti nikmat pikirannya, ceria, bahagia atau berpikir positif. Orang yang manyameng kininnawa selalu menghindarkan diri dari berprasangka buruk terhadap orang lain. Jika ia mendapat masalah, ia berusaha menutupi kegundahannya dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Ia selalu merasa tidak enak jika memberatkan orang lain. Orang yang manyameng kininnawa juga senang menyelingi humor dalam interaksinya dengan orang lain sehingga ia menebar kebahagiaan atau keceriaan dalam hatinya kepada sesamanya
- Mappasitinaja : secara harfiah berarti memperlakukan sesuatu secara proporsional. Ia berlaku adil, menempatkan sesuatu pada tempatnya. Orang yang mappasitinaja senantiasa dilliputi oleh manyameng kininnawa sehingga dalam tindakan proporsionalnya tidak terpisah dengan pemikiran positifnya. Hal ini untuk mencegah terjadinya ketidakadilan. Untuk mengurai hal ini, terlebih dulu kita bedakan antara Pembedaan dengan Perbedaan. Pembedaan berarti ada beberapa hal yang sama namun diperlakukan berbeda, ini berarti ketidak adilan. Perbedaan berarti secara substansi sesuatu itu memang berbeda dengan yang lain, sehingga justru tidak adil jika diperlakukan sama. Mappasitinaja disini bermakna bahwa seseorang berbuat membedakan sesuatu yang berbeda dan tidak membedakan sesuatu yang memang tidak berbeda
- Malabo : Labo berarti dermawan. Tentang hal ini ada adagium bugis mengatakan aja mumaleo naburuki labo natunai sekke = Janganlah anda ingin dihancurkan oleh kedermawanan dan dihinakan oleh kekikiran. Dermawan dalam kacamatan manajemen disini berarti selalu ada alokasi anggaran untuk membantu sesama namun nominal bantuan itu tidak menghabiskan modal. Misalnya dalam bisnis, seorang pedagang tidak akan menyumbang sebelum ia mengkalkulasi berapa keuntungannya dalam hari itu. Kemudian setelah ia mendapat keuntungan, maka ia akan mengalokasikan untuk membantu sesamanya. Adagium diatas memberikan kita pandangan yang realistis dalam aktifitas ekonomi tanpa harus kehilangan nilai-nilai kemanusiaan
- Malempu : harfiah berarti lurus. Dalam artian, berpikir benar, berkata benar (=jujur) dan berbuat benar. Jadi Malempu bermakna lebih luas daripada kejujuran. Orang yang malempu senantiasa menghindarkan dirinya dari mengambil hak orang lain atau mendapatkan sesuatu dengan cara curang (=maceko). Orang yang malempu senantiasa akan menjaga hak-haknya maupun hak orang lain
- Magetteng : secara harfiah berarti konsisten. Kata getteng biasanya digunakan pada tali yang ditarik yang lurus. Tali kadang dijadikan alat untuk mengukur kelurusan sesuatu (=becci’) terutama bagi tukang. Sehingga Malempu tidak terpisah dengan Magetteng. Seseorang bisa jadi lurus, berpikir, berkata dan berbuat benar pada awal-awalnya. Namun belum tentu ia mempertahankan kelurusannya itu
- Macca : Acca berarti pintar. Disebutkan bahwa orang yang pandai adalah mampu melihat sebab-sebab terjadinya sesuatu, memahami proses terjadinya sesuatu dan akibat dari sesuatu. Orang yang Macca sangat disenangi karena kemampuannya mengurai dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada. Macca juga berasosiasi makna pada keahlian diplomatis yaitu kemampuan menjawab persoalan politis pada level yang lebih tinggi. Pada zaman dahulu, Macca adalah salah satu syarat untuk terpilih menjadi raja. Biasanya pula para Raja dizaman dahulu didampingi oleh penasehat yang tergolong cendekia seperti To Ciung Maccae ri Luwu, Nene Mallomo, Botolempangan, Nene Pasiru dan Kajao Laliddong
- Warani : secara harfiah berarti keberanian. Ada beberapa item tentang keberanian. Misalnya, tidak gentar diposisikan dibelakang, ditengah dan didepan. Tidak kaget mendengar kabar baik dan kabar buruk. Warani juga berasosiasi makna dengan pembelaan terhadap kaum yang lemah seperti pada adagium Sanreseng tau madodong, tattumpukeng tau mawatang = Sandaran (harapan) orang-orang lemah, tertumbuknya (tantangan) bagi orang kuat (sewenang-wenang).
Tujuh karakter diatas sebenarnya hanya
mewakili sebagian dari banyak karakter bugis (maogi-ogi=bersifat bugis). Mungkin
agak narsis, memang sebagian sifat kurang baik (menurut kita) orang bugis
adalah Pujiale alias suka memuji diri. Yang terlihat dengan penggunaan kosakata
bugis untuk diasosiasikan dengan hal yang bermakna baik.
Atraksi Bissu pada Pesta Rakyat Bone 2004 |
EmoticonEmoticon