Di sebuah pasar Tradisional :
Setelah membayar barang yang saya beli, nenek penjual itu menerima uang sejumlah beberapa ribu rupiah. Dia langsung menjunjung uang tersebut dan menepuk uang tersebut pada dagangannya. Heran menyaksikan pemandangan itu, saya pun bertanya, “Mengapa nenek lakukan itu”?. Nenek itu berkata, “Barakka’na na” (=yang penting berkahnya nak).
Kebingungan itu bergelayut dipikiranku hingga beberapa tahun. Ketika berteman dengan seorang yang gemar berjudi, dia selalu bercerita tentang bagaimana dia menghabiskan uangnya dimeja judi. Ia pernah menang, juga pernah kalah. Ia berbicara jumlah uang jutaan dalam perjudiannya, tapi ia meminta sepatuku. Kemenangannya dimeja judi tak membuat dia bisa membeli barang yang ia bisa pakai berlama-lama. Orang bilang, uang hasil judi itu adalah uang panas, tidak berberkah. Akhirnya saya mencoba benturkan dengan pahaman sang nenek penjual dipasar tradisional, untuk memahami apa itu berkah.
Ranah Politik
Hampir tidak ditemukan hal signifikan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Meski pemilihan pemimpin telah menempuh jalur yang disepakati sebagai “Kebenaran” yaitu “Demokrasi”. Infra struktur semakin rusak, bencana alam datang terus menyapa orang-orang yang selalu melupakan Tuhannya. Tingkat angka kemiskinan sungguh ironis dibandingkan dengan kekayaan alam.
Ternyata “sang pemimpin” telah berhasil menduduki kursinya. Ia dapatkan kekuasaannya dengan cara yang tidak benar. Ia bagi-bagi uang untuk membeli suara. Ia menggunakan intrik yang licik layaknya machiavelli. Sehingga ketika ia duduk, kepemimpinannya sungguh tidak berberkah. Sekiranya uang, dapat disamakan uang panas. Namun kekuasaan selalu diidentikkan dengan kursi. Jadinya kursi panas. Namun kursi panas disini tidak ada hubungannya dengan kuisnya para penghayal di tipi.
Kubuka buku sejarah, tentang raja-raja adil. Mereka sungguh feodal dan jauh dari konsepsi demokrasi cangkokan barat yang kita yakini kebenarannya hari ini. Namun, dalam sekali tanam, padi bisa dipanen 3 kali, tanpa pupuk. Pisang dapat berbuah hingga dua kali. Itu karena pemimpinnya adil. Ya, pemimpin yang adil, sehingga tanah tidak segan-segan mengeluarkan hartanya bagi manusia.
Sang raja, berkuasa bukanlah karena intrik. Ia tidak membeli suara. Ia juga tidak bagi-bagi gula dan sarung. Ia dipilih karena kemampuannya. Ia pun tidak menyodorkan diri dan memasang spanduk memohon untuk dipilih oleh dewan adat.. ia berkuasa dengan memenuhi kerajaannya dengan berkah bagi rakyat, tanah dan tumbuhan serta hewannya.
Lihat sekarang….
Sungguh sulit mendapatkan pekerjaan yang layak tanpa menyogok. Konon kabarnya, untuk jadi PNS harus siapkan sekitar Rp.60 juta. Apabila lolos menjadi PNS, kira-kira bagaimana cara mengembalikan modalnya sementara gajinya Cuma 1-2 juta sebulan?.
Jika kita ingin menjadi bupati, konon kabarnya harus siapkan paling tidak 10 milyar. Bahasa halusnya cost politik. Bahasa jujurnya, uang ampaw buat serangan fajar didepan TPS. Ditambah lagi sewa preman buat takut-takuti masyarakat yang tidak mau pilih dia.
Ada yang ingin menjadi anggota DPRD, konon kabarnya telah menyiapkan hingga kisaran 1 milyar. Logikanya sama diatas. Dengan gaji anggota DPRD selama 5tahun kali 12 bulan, sama sekali tidak cukup untuk tutupi cost politik. Jadi bagaimana caranya mengembalikan cost politik? Trus jika masih ingin terpilih, dari mana lagi mendapatkan untuk cost politik periode berikutnya ?
Sungguh saya sangat berharap,itu semua hanya kabar burung belaka...sambil selalu mencoba berprasangka baik kepada sesama manusia.
Seandainya demikian halnya, sungguh sangat berkurang keberkahan hidup dizaman ini. Uang panas merajalela sebagaimana Kursi Panas. Hati orang sungguh mudah panas. Orang sungguh mudah membakar gedung. Dari panas, menciptakan panas…..Di lain sisi, bumi semakin panas karena pemanasan global. Bumi semakin menunjukkan tanda-tanda kepikunannya. Tentu antara manusia yang bergelimang dengan uang dan kursi panas ini berhubungan langsung dengan semakin pikunnya bumi. Sehingga bumi yang renta ini begitu mudah marah…bumi makin gampang panas…sepanas kursi panas dan uang panas manusia yang makin kepanasan karena pemanasan global. Semoga saja kita tidak panas membaca tulisan yang dimaksudkan BUKAN untuk memanas-manasi orang agar kepanasan.
EmoticonEmoticon