Tetanggaku bilang : "Sebenarnya tidak tepat jika kami disebut korban banjir, karena kami sangat menikmati banjir sebagai anugrah. dan karenanya, kami tidak perlu repot untuk rekreasi. Oleh karena itu, kami tidak butuh di kasihani dan diberi bantuan mie instant. Yang perlu dikasihani sebenarnya adalah para petani yang kebun dan sawahnya terendam banjir sehingga mereka tidak bisa panen"
Banjir yang melanda DAS Walennae diakibatkan pendangkalan danau Tempe. Pendangkalan danau Tempe sangat intensif selama 60 tahun belakangan ini. Nampaknya, pertambahan jumlah penduduk dan kurangnya regulasi yang mengatur penghijauan didaerah hulu menyebabkan erosi yang fatal.
Jika kita melihat Danau Tempe dari ketinggian, jelas terlihat beberapa bagian danau yang telah menjadi daratan. Tapi dengan jelas pula kita dapat melihat beberapa wilayah pemukiman dan persawahan telah tergenangi air. Hal ini mempertegas pendapat banyak orang bahwa Danau Tempe perlu di keruk.
Wilayah Danau Tempe dimiliki Kabupaten Wajo sekitar 50%, Kabupaten Soppeng sekitar 30% dan Kabupaten Sidrap sekitar 20%. Perlu kerjasama antara Pemkab dan tentunya perhatian Pemprov dalam penanganan Banjir.
Luapan air danau Tempe bukan hanya menimpa dibagian selatan dan barat Kabupaten Wajo, tapi juga sebagian Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Bone. Entah berapa hektar sawah yang terendam yang membuat petani menderita. Sementara putusnya jalan poros Bone-Wajo diperbatasan Cempa serta poros Wajo-Soppeng disisi lain memberi rezki pada para pemuda yang menawarkan jasa penyeberangan. Bahkan tanpa mengikuti pelatihan "Life Skill" pun, masyarakat mampu beradaptasi dengan keadaan dan bisa memberi solusi sederhana.
Perlu ditekankan bahwa, tidak semua orang menderita karena banjir. terutama tetangga saya yang sangat menikmati banjir dengan Massero atau juga Mammeng . Tetangga saya bisa menghemat belanja dapurnya untuk ketersediaan ikan dimeja makannya. Namun, sawah yang telah menjadi hamparan air yang luas membuat para petani mesti berpikir bagaimana ia bisa bertahan hidup dengan kondisi seperti itu. Banjir tidak diselesaikan dengan menyumbang mie instant kemudian tebar pesona ditengah korban banjir...tapi banjir diselesaikan dengan cara mengeruk danau Tempe dan penghijauan kembali di DAS Walennae yang terdiri dari beberapa kabupaten.
Tetanggaku berkata lagi : " Jika anggaran untuk pembangunan Jembatan Suramadu digunakan untuk mengeruk danau Tempe, entah berapa hektar lahan pertanian bisa bebas banjir, entah berapa ton ikan tawar bisa dihasilkan pertahun, entah berapa jenis spesies endemik bisa diselamatkan, dan tentunya kita tidak lagi menyisihkan anggaran untuk beli mie instant seperti yang terjadi di tahun 2003. tapi anggaran kita bisa alokasikan pada sektor lain yang membutuhkan."
Sesaat kemudian tetanggaku menghela napas dan meminum kopinya, pertanda bahwa giliranku yang berbicara. saya kemudian berkata : " Bantuan adalah bentuk kepedulian dan keprihatinan yang lahir dari empati. kita bersyukur, masih ada orang punya empati"
Tetanggaku berkata lagi : " Empati memang salah satu tanda kemanusiaan, sebab hanya manusia yang punya empati. Tapi, kita tidak butuh mie instant karena persediaan ikan cambang dan ceppe' dibawah rumah melimpah. yang perlu diperhatikan adalah sawah petani yang terendam banjir. sebab akan berpengaruh terhadap produksi beras pada tahun ini dan tentunya kesejahteraan petani"
Saya hanya menganggukkan kepala mendengar penjelasan tentanggaku, seseorang yang MENOLAK disebut korban banjir, meski ketinggian air dibawah rumahnya sampai di perutnya. dan kemudian saya menemaninya memancing sambil berharap bisa dapat ikan Mujair
1 Juli 2010
BANJIRRRRR
Penulis Andi Rahmat Munawar
Tags
Artikel Terkait
This Is The Oldest Page
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 komentar
sungguh arif itu tetanggata kanda
yah seperti itulah kenyataannya dinda
EmoticonEmoticon