Suatu ketika saya mewawancarai seorang mahasiswa tentang gerakan mahasiswa. Saya menanyakan tentang tridarma perguruan tinggi. Ternyata banyak yang tidak tahu. Apalagi ketika pertanyaan saya arahkan pada hal spesifik. Seperti lagu mars mahasiswa sedunia, semuanya tidak tahu. Saya maklumi, saja. Wajar, bahasa latin soalnya.
Ketika saya tanyakan sumpah mahasiswa, dia langsung berdiri tegap dan berkata "siap" seperti tentara. Saya katakan agar duduk saja dan menjawab santai. Namun ia bertegas harus berdiri tegap. Saya mengalah. Oke, silakan dilanjut. Dengan lancar, lantang, bangga dan pasti ia mengucapkan sumpah mahasiswa. Dalam hati, saya berdecak kagum atas sikapnya.
Akhirnya saya mencoba menanyakan sejarah gerakan mahasiswa. Nampaknya sang mahasiswa kesulitan menjawab sejarah. Saya pun maklum. Wajar, orang sekarang lebih banyak membincang sejarah hidupnya ketimbang sejarah perjuangan. Saya tanyakan lagi tentang "bagaimana cara membangun gerakan mahasiswa?". Ia menjawab : "Pertama, ada isu. Kedua, Rapat aksi. dan Ketiga, Turun dijalan". "Sesederhana itukah?" : tanyaku. "Iya" : jawabnya singkat.
Saya tanyakan lagi, : "Isu dari mana?". "Dari media", jawabnya singkat. "Media siapa punya?" : tanyaku juga singkat. "ee...eee...ee" : jawabnya terbata-bata. "Jadi gerakan mahasiswa siapa yang punya?" : tanyaku lagi tanpa menunggu jawaban dari pertanyaan sebelumnya.
Itulah pengalaman singkat saya yang menginterview mahasiswa sekarang. Saya sangat terkesan dengan pengalaman itu sehingga merasa penting untuk saya tuliskan.
Selanjutnya saya tanyakan tentang ciri mahasiswa. Ia menjawab RAKUS = Rasional, Analitis, Kritis, Universal dan Sistematis. Oke. Cocokmi itu. Sekarang lihat gerakan mahasiswa. Apakah telah memenuhi syarat itu ?. Isu gerakan mahasiswa selalu latah. Bukan hasil analisa sendiri. Namun hasil serapan dari media. Ini menjadi kelemahan mendasar gerakan mahasiswa. Sadar atau tidak sadar, menjadi alat bagi kepentingan dominan.
Isu dalam gerakan mahasiswa seharusnya seperti Bab V dalam skripsi yang berisi kesimpulan dan saran. Untuk mencapai Bab V, harus lewati Bab IV tentang pembahasan. Apa yang dibahas?, yaitu Bab III Gambaran Umum. Bagaimana cara membahas, yaitu Bab II, metode penelitian. Dari mana itu semua, dari Bab I Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, alasan memilih judul, dan sebagainya.
Seharusnya lembaga mahasiswa baik intra maupun ekstra kampus memiliki bank data yang cukup. Baik itu data kuantitatif maupun data kualitatif. Artinya, Departemen Litbang harus berfungsi maksimal. Bagaimana mahasiswa ingin berbicara tentang pendidikan, apalagi mengkritisi kebijakan kalau data buta huruf,jumlah sekolah dasar, menengah dan tinggi, jumlah sekolah rusak, jumlah orang putus sekolah, dan berbagai data pendidikan lainnya tidak dimiliki ? Sebagai contoh lain, sebuah lembaga mahasiswa yang mengkritik korupsi didaerahnya tidak tahu berapa APBD, PAD, alokasi tiap item anggaran hingga hasil pemeriksaan BPK. Hasilnya, beda tipis memfitnah dengan membela kebenaran. Sungguh ironis jadinya, sebuah niat mulia yang tak berdasar secara data.
Kita belum berbicara tentang model analisa datanya. Kalau data kuantitatif berarti harus melewati metode statistik. Kalau kualitatif, bervariasi sesuai bidangnya, ada studi dokumentasi, PAR dsb. Kita bisa bayangkan betapa ilmiahnya gerakan mahasiswa jika tiap lembaga mahasiswa baik intra maupun ekstra memiliki bank data yang akurat,valid dan update. serta diolah dengan model penelitian yang relevan. Namun sayang, ini cuma usul dan saya belum pernah menemukan realitasnya didunia nyata. (aRM)
baca juga
1 komentar so far
Ditunggu bagian ke 2nya..
EmoticonEmoticon